Minggu, 10 Mei 2009

REKLAMASI PANTAI CIREBON SEBAGAI ALTERNATIF PEMEKARAN KOTA

PENDAHULUAN

Dengan luas lahan hanya 3.735,8 ha, Kota Cirebon tergolong kota dengan wilayah kabupaten / kota paling kecil di Jawa Barat. Tetapi meskipun luasannya kecil, Kota Cirebon termasuk kota yang cukup sibuk dengan berbagai aktifitas perdagangan dan jasanya. Ini bisa dibuktikan dengan melihat kalau jumlah penduduk kota cirebon yang tidak sampai 300.000 jiwa, tetapi banyaknya orang yang melakukan aktifitasnya di kota cirebon terutama pada siang hari mendekati 1.000.000 jiwa. Sehingga memang bisa dipastikan kalau kota cirebon tidak saja melayani warga kota cirebon saja, tetapi juga warga masyarakat dari wilayah sekitar seperti; kabupaten cirebon, kabupaten kuningan, kabupaten indramayu, dan kabupaten majalengka bahkan dari kabupaten brebes dan kabupaten/kota tegal. Dengan kondisi lahan yang relative datar dan infrastruktur kota yang cukup lengkap memang sangat memudahkan bagi para pelaku kegiatan melakukan aktifitasnya, ditambah dengan posisinya yang strategis berada pada jalur transportasi utama pulau jawa, sangat memudahkan siapapun untuk mengakses ke wilayah/ kota lain mana saja di pulau jawa.

Dengan banyaknya warga masyarakat yang melakukan kegiatan di kota cirebon, sementara lahan kota sangat terbatas, lama kelamaan kota memang terasa mulai sesak. Hampir seluruh jalan-jalan utama kota saat ini mulai berubah fungsi menjadi kawasan jasa dan perdagangan. Kemacetan lalu lintas mulai ditemukan pada beberapa ruas jalan sebagai akibat semakin bertambah banyaknya jumlah kendaraan bermotor, sementara volume jalan kota tidak pernah bertambah. Perlahan namum pasti kawasan permukiman mulai bergeser ke pinggiran kota, merubah lahan-lahan pertanian yang semula hijau menjadi lahan-lahan yang ditumbuhi dinding-dinding beton dengan perkerasan semen ataupun aspal. Akibatnya wilayah resapan air pun mulai ikut berkurang, sehingga ancaman banjir selalu menghantui warga masyarakat mana kala musim hujan tiba.


LAHAN KOTA TERBATAS

Dari luas yang ada, hampir 70 % atau 2.570,70 ha nya adalah lahan yang terbangun. Dan pada lahan yang terbangun itulah hampir seluruh fungsi kota berebut tempat seperti ; fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, pelabuhan, fasilitas perdagangan, perkantoran, perhotelan, permukiman, transportasi, dan lain sebagainya. Dengan lahan terbatas dan banyaknya fungsi yang harus diwadahi, maka tidak aneh kalau fasilitas-fasilitas tadi hanya menempati lahan-lahan yang tidak terlalu luas di kota cirebon ini. Dengan kata lain laju kebutuhan akan lahan dikota cirebon memang cukup pesat. Banyaknya pelaku-pelaku ekonomi berskala nasional yang bermain dikota cirebon ini, semakin memacu berkembangnya aktifitas yang memerlukan lahan yang cukup luas.
 
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan beberapa usaha diantaranya adalah pengereman laju kebutuhan akan lahan dan pemekaran kota. Seiring dengan perkembangan kota cirebon dan kemudahan transportasi dengan kota-kota lain, langkah pertama kelihatannya sangat sulit untuk dilakukan. Apalagi sebagai kota perdagangan dan jasa, kota cirebon tidak bisa membatasi orang untuk melakukan aktifitasnya dikota ini. Jadi cara kedua, Pemekaran kota adalah cara yang paling realistis untuk mengembangkan kota cirebon. Pemekaran kota dapat dilakukan ke arah vertikal dan juga horisontal ( ke arah darat atau ke arah laut ). Kalau pemekaran kota ke arah vertikal, investasi yang dibutuhkan akan sangat mahal dan membutuhkan teknologi tinggi. Sehinga cukup sulit dan butuh waktu lama. Pemekaran ke arah horisontal ke darat, yang berarti harus mengambil lahan wilayah lain, dalam era ’otonomi daerah’ saat ini tampaknya hanya akan memancing konflik antar wilayah saja. Pemekaran ke arah horisontal ke laut, ini yang paling memungkinkan. Apalagi ditambah kondisi pantai cirebon yang sering mengalami sedimentasi ( pengendapan ), akan mempermudah dan mempercepat proses Pemekaran kota . Dan saat inipun sebenarnya wilayah kota cirebon diperkirakan sudah bertambah luasnya ke arah laut kurang lebih seluas 74 ha. 


REKLAMASI

Reklamasi adalah meningkatkan sumber daya lahan dari yang kurang bermanfaat menjadi lebih bermanfaat ditinjau dari sudut lingkungan, kebutuhan masyarakat dan nilai ekonomi lahan. Untuk kota cirebon, yang perlu dilakukan adalah Reklamasi perairan pantai untuk mengubah perairan pantai menjadi daratan demi memenuhi kebutuhan akan lahan kota, meningkatkan kualitas dan nilai ekonomis kawasan pantai, dan menata serta memperbaiki kawasan tata ruang pantai juga sistem drainase perkotaan. Beberapa hal yang menguntungkan reklamasi ini diantaranya adalah daerah pantai akan tertata baik dan bebas banjir, menambah luas lahan kota dan pengembangan wisata bahari. Sementara kalau tidak dilakukan reklamasi yang terjadi adalah ; ancaman terhadap kelestarian hutan mangrove oleh pemukim liar, laut tetap tidak berkembang dan akan selalu menjadi sisi belakang kota ( tempat buangan sampah ), pantai terlihat kumuh dan tidak tertata, ancaman banjir kawasan pesisir pantai tidak berkurang karena perubahan tata guna lahan didaerah hulu tetap berlangsung, serta ancaman limbah perkotaan juga tetap tidak berkurang. 

Reklamasi perairan pantai ini dapat dilakukan guna memenuhi kebutuhan akan lahan untuk fungsi-fungsi seperti ; kawasan perdagangan, kawasan pariwisata dan hiburan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkantoran dan bisnis, serta prasarana kota lainnya. Sehingga pada masa yang akan datang kota cirebon akan menjadi ” WATER FRONT CITY ”, kota yang bercirikan pantai dan menghadap ke laut. Perlu diketahui bahwa 60 % dari total penduduk dunia tinggal di kawasan pesisir pantai, dan 2 / 3 kota-kota besar dunia terdapat di wilayah pesisir. 

Reklamasi perairan pantai tidak dapat dilakukan tanpa melalui kajian-kajian yang matang, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum reklamasi dilakukan ,seperti ; apakah usaha lain untuk memenuhi kebutuhan akan lahan sudah dilakukan , apakah dampak negatif akibat pelaksanaan reklamasi ini dapat diatasi atau ditekan sebesar mungkin, apakah dengan adanya reklamasi kondisi lokasi akan menjadi lebih baik, lebih tertata, lebih bernilai ekonomis, dan lingkungan menjadi lebih berkualitas, atau apakah sebagian besar masyarakat sekitar mendapatkan keuntungan dengan adanya kegiatan tersebut. Jadi lebih baik memang kalau reklamasi tidak saja menguntungkan investornya saja, tetapi juga menguntungkan bagi masyarakat dan pemerintah kota. Oleh karena itu pemerintah kota cirebon harus lebih agresif mendekati pengusaha baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri untuk mau menanamkan investasinya di kota ini. Sangat tepat kiranya kalau pemerintah kota cirebon saat ini merencanakan untuk membentuk semacam satuan unit kerja Kantor Penanaman Modal.  

Disamping kajian yang matang ada juga dampak yang harus kita perhitungkan sebelum reklamasi kita lakukan, diantaranya seperti ; peningkatan potensi banjir dikawasan pantai, pencemaran pantai pada saat pelaksanaan pembangunan, potensi terjadi kerusakan pantai dan kerusakan instalasi bawah air , potensi terjadi gangguan terhadap lingkungan, peningkatan potensi gangguan pada borrow area, kepemilikan tanah hasil reklamasi, dan juga perubahan rencana tara ruang dan tata guna lahan. Untuk dampak mengeliminir atau menghilangkan dampak-dampak tadi diperlukan upaya engineering dan juga penetapan aturan atau undang-undang oleh pemerintah kota. Saya yakin dengan bersama-sama antara pemerintah kota, masyarakat dan kalangan pengusaha akan dapat mewujudkan harapan kita akan Kota Cirebon sebagai kota pantai yang maju dan berkembang dengan segala macam aktiftasnya.  


IR.YOYON INDRAYANA,MT


Sabtu, 09 Mei 2009

MASJID RAYA AT-TAQWA SEBAGAI “LANDMARK” KOTA WALI

MASJID RAYA AT-TAQWA SEBAGAI "LANDMARK" KOTA WALI

Oleh : Ir. Yoyon Indrayana, MT.

Sejarah kota cirebon mencatat bahwa sejak lama kota ini mendapat sebutan sebagai Kota Wali. Kenyataan itu tidak terbantahkan, karena awal berdirinya kota cirebon juga dirintis oleh Sunan Gunung Djati yang merupakan salah satu tokoh dari Wali Songo yang menyebarkan agama islam di pulau jawa. Sehingga pantaslah kalau pada awal-awal berdirinya kota cirebon dikenal sebagai kota wali yang kehidupan masyarakatnya sangat religius. 

Sebenarnya saat ini dikota cirebon ada dua masjid besar yang cukup dapat merepresentatifkan akan kehidupan religius masyarakat kota cirebon, yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa dan Masjid Raya At-Taqwa. Tapi dalam perkembangannya saat ini aktifitas perdagangan dan jasa di kota ini sangat mendominasi dinamika kota, sehingga secara perlahan namun pasti citra ( image ) kota cirebon sebagai kota wali yang religius mulai tergeser , tergantikan oleh kota cirebon sebagai kota perdagangan dan jasa. Bahkan mungkin sebagian dari masyarakat cirebon sudah lupa dengan pesan Sunan Gunung Djati ; ingsun titip tajug lan fakir miskin, atau mungkin masih ingat tetapi tidak tahu bagaimana mengimplementasikan amanat itu dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai salah satu upaya mengimbangi aktifitas perdagangan dan jasa yang hingar bingar dan mengembalikan citra cirebon sebagai kota yang religius, saat ini sedang dilakukan renovasi total terhadap masjid raya at-taqwa. Renovasi yang dilakukan terhadap masjid raya at-taqwa bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada para jemaah yang melakukan ibadah serta juga untuk membangun citra ( image ) akan keberadaan sarana ibadah dalam hal ini masjid raya at-taqwa sebagai ’ landmark ’ kota wali. Sehingga kedepan masyarakat dan juga para pendatang akan mengenal kota cirebon identik dengan masjid raya at-taqwa. Insyaalllah.  
Bangunan Utama Masjid

Sebelum dilakukan renovasi, luas masjid raya at-taqwa kurang lebih 1.000 m2, tidak bertingkat dan hanya dapat menampung kurang lebih 2.000 jemaah. Saat ini masjid dibuat 2 (dua) lantai dengan luas lantai dasar 1.749 m2 dan luas lantai atasnya 926 m2, jadi luas total adalah 2.675 m2 , diharapkan akan dapat menampung kurang lebih 5.500 jemaah. Bentuk utama masjid adalah mencirikan bangunan tropis, dengan atap jurai serta dilengkapi 4 (empat) menaret pada tiap sudutnya. Menaret (menara kecil) yang ada merupakan penambahan untuk lebih menegaskan masjid raya at-taqwa sebagai bangunan sarana ibadah umat muslim. Menaret ini memiliki ketinggian kurang lebih 25(dua puluh lima)m dari muka tanah dan seluruh dindingnya dilapisi bahan granit yang berasal dari Brazil, sementara kubah diatasnya terbuat dari bahan tembaga.
Pada pintu masuk bangunan utama masjid para pengunjung akan melewati semacam gerbang ( Gate ) yang dilapisi bahan granit dan kaligrafi yang bertuliskan dua kalimat syahadat yang terbuat dari bahan GRC (Glass Reinforced Cement). Gate ini akan mendominasi tampak muka ( Fasade ) masjid, sehingga akan merupakan bagian yang diharapkan akan menjadi titik yang menarik dari tampak bangunan ( Point of Interest ). Seluruh lantai dan dinding masjid menggunakan bahan granit yang berasal dari Brazil, sementara pada beberapa kolom / tiang masjid menggunakan bahan granit yang berasal dari Brazil dan juga India. Penggunaan bahan granit pada lantai dan dinding dimaksudkan untuk mendapatkan kesan ’ adem ’ dan teduh, agar para jemaah khusyu’ dalam ibadahnya. Pada bagian dinding tidak dilengkapi jendela dengan kaca-kaca, tetapi menggunakan teralis besi dilengkapi elemen estetika yang terbuat dari kuningan dengan pola arsitektur islam, hal ini dimaksudkan agar ruang dalam masjid tidak panas, karena udara dapat mengalir dengan baik ( cross ventilation ). Plafond terbuat dari bahan triplek dan gypsum yang di disain dengan ciri ornamen arsitektur islam dan dilengkapi dengan lampu crystal dari swedia sebagai elemen interior. Pada bagian pintu dalam bagunan utama masjid dan Mihrab diselesaikan dengan ukiran kaligrafi yang bertuliskan ayat-ayat Al Quran pada kayu jati yang dipesan khusus dari pengrajin ukiran kayu di Jepara. Sementara untuk lantai dasar dan lantai atas masjid dihubungkan dengan 3 (tiga) buah tangga yang dibuat melingkar dan cukup lapang , agar para jemaah atau pengunjung tidak terlalu merasa lelah untuk menaikinya. 

Menara utama  

Dengan ketinggian yang direncanakan setinggi 66 (enam puluh satu) m dari muka tanah, menara utama masjid raya at-taqwa adalah bangunan tertinggi di kota cirebon. Ketinggian menara yang setara dengan bangunan 15 (lima belas) lantai itu diharapkan akan menimbulkan kesan monumental pada bangunan masjid, yang pada akhirnya akan dapat menjadi Landmark bagi kota dan meningkatkan citra atau imej kota cirebon. Kevin Lynch dalam bukunya ”The Image of The City ” menjelaskan bahwa ada 5(lima) elemen visual utama yang dapat meningkatkan citra atau imej kota; landmark ( tengaran ), nodes ( pemusatan ), paths ( jejalur ),edges (tepian ) dan district (kawasan ).
Pondasi yang digunakan untuk menara ini adalah tiang pancang dengan kedalaman 16 (enam belas) m , sesuai dengan kedalaman tanah keras yang ada dilokasi dan sudah memperhitungkan terhadap gempa yang mungkin terjadi. Sementara struktur utamanya menggunakan beton bertulang dengan dimensi yang sudah direncanakan dengan seaman mungkin. seluruh dinding dan lantai menara menggunakan bahan granit yang berasal dari Brazil, India dan Yunani. Pada beberapa bagian dindingnya dibuat beberapa ornamen arsitektur islam sebagai elemen exterior bangunan dengan menggunakan bahan dari besi/ teralis dan GRC ( Glass Reinforced Cement ). 
Pada lantai dasar sampai dengan lantai 4 (empat), ruangan menara direncanakan sebagai ruang untuk menampilkan gambar/ foto masjid-masjid utama atau bersejarah yang ada di Indonesia, bahkan kalau memungkinkan masjid-masjid di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dapat menambah sedikit wawasan para pengunjung akan perkembangan islam diberbagai tempat. Sedangkan pada lantai 5 (lima) direncanakan sebagai radio yang bernuansa islami untuk lebih menegaskan peran masjid dalam melakukan syiar islam.
Pada puncak menara juga akan dipasang kubah tembaga seperti halnya yang terpasang pada menaret.

Lansekap Masjid Raya At-Taqwa juga akan dilakukan penataan ulang agar lebih dapat mendukung aktifitas ibadah para jemaah. Pada halaman masjid akan dibuat plaza/ ruang terbuka yang didisain menyesuaikan dengan masjid, sehingga pada saat tertentu dapat digunakan sebagai tempat sholat pada saat ruang dalam masjid tidak dapat menampung jemaah. Pada beberapa sudut kawasan akan dilengkapi dengan lampu-lampu taman untuk menambah keindahan masjid dan ditanam beberapa pohon kurma untuk menambah sedikit sentuhan timur tengah yang identik dengan dunia islam.

Sampai saat ini peran pemerintah propinsi jawa barat, pemerintah kota, para anggota DPRD dan juga masyarakat kota cirebon sudah cukup baik dengan banyaknya perhatian yang diberikan sehingga pembangunan masih tetap berjalan dengan baik.

Pada akhirnya Renovasi Masjid Raya At-Taqwa ini menjadi tanggung jawab kita bersama, khususnya umat islam kota cirebon. Sehingga nantinya diharapkan masjid ini akan dapat menjadi kebanggaan bagi masyarakat/ warga kota cirebon dan dapat meningkatkan citra (image) kota cirebon sebagai Kota Wali yang religius. 

’ PERPAPANAN NAMA ’ ( REKLAME ) SEBAGAI ELEMEN ARSITEKTUR KOTA

Oleh. Ir. Yoyon Indrayana, MT


Sepertinya tidak ada satupun kota dimana saja dibumi ini yang tidak terpasang ’ perpapanan nama ’  ( reklame )   Dari mulai kota-kota metropolitan sampai dengan kota kecil sekalipun, perpapanan nama /reklame  ini sangat mewarnai tampilan visual dari kota yang bersangkutan. Bentuk dan jenisnyapun bisa bermacam-macam; billboard, baliho, banner, bando, neon box, videotron, dan lain sebagainya. Hampir pada setiap sudut kota , terutama pada jalan-jalan protokol atau jalan-jalan strategis lainnya perpapanan nama /reklame  ini dapat kita jumpai. Bisa dibayangkan betapa sepi dan monotonnya suatu kota seandainya tidak dijumpai perpapanan nama /reklame  yang menghiasi jalan-jalan kotanya. 

Sisi positif dari perpapanan nama /reklame  ini adalah menambah kesemarakan kota dan juga dapat sebagai sumber pemasukan bagi pendapatan asli daerah (PAD). Sedangkan sisi negatifnya adalah karena perpapanan nama /reklame  ini tidak direncanakan sebagai elemen ruang luar yang merupakan bagian dari arsitektur kota, umumnya asal menempatkan saja, yang pada akhirnya dapat merusak pemandangan atau estetika kota. Sangat disayangkan memang, kalau pendekatan yang dilakukan untuk menempatkan perpapanan nama /reklame  ini lebih kepada pendekatan ekonomi, yaitu bagaimana sebanyak mungkin mendapatkan pemasukan bagi PAD, maka kecenderungan yang terjadi adalah asal menempatkan pada lokasi yang secara ekonomi mungkin menarik dan mudah dilihat orang, tetapi dengan mengabaikan estetika ruang kota, yang pada akhirnya justru menimbulkan kesemrawutan pada penampilan visual ruang kota.

Branch (1995) dalam bukunya ” Comprehensive City Planning : Introduction and Explanation ”, mengatakan bahwa perancangan kota berkaitan dengan tanggapan inderawi manusia terhadap lingkungan fisik kota ,yaitu ; penampilan visual, kualitas estetika dan karakter kota .
Shirvani (1985) dalam ” The Urban Design process ” , bahwa ada 8 (delapan) unsur yang mempengaruhi bentuk fisik kota : guna lahan, bentuk bangunan, sirkulasi dan perparkiran, ruang terbuka, jalan dan pedestrian, pendukung kegiatan, perpapanan nama dan preservasi. 

Jelas sekali dari pendapat 2 (dua) orang ahli diatas, bahwa perpapanan nama /reklame  adalah merupakan unsur tampilan visual yang cukup penting dalam membentuk karakter kota. Sehingga dari sisi perancangan kota / arsitektur kota, perpapanan nama /reklame  dengan berbagai bentuknya perlu diatur dan ditata agar terjalin kecocokan lingkungan, pengurangan dampak visual negatif, mengurangi kompetisi antara reklame dan juga mencegah kebisingan masyarakat atau warga kota akan tampilan visual kotanya. Penampilan visual perpapanan nama /reklame  pada ruang kota secara langsung dapat memberikan citra atau image dari ruang kota bersangkutan. Sehingga kalau kesan awal dari para pengunjung kota akan penampilan visual perpapanan nama ( reklame ) ini baik, maka kesan akan karakter ruang kota juga menjadi baik, sebaliknya kalau kesan awal dari para pengunjung kota akan penampilan visual perpapanan nama ( reklame ) ini semrawut, maka kesan akan karakter ruang kota juga menjadi semrawut.

Tentu menjadi tanggung jawab pemerintah kota untuk dapat membuat ’grand design’ yang dibuat melalui kajian yang komprehensif, dari berbagai sudut pandang atas penempatan perpapanan nama /reklame  ini , sehingga pelaksanaannya tidak asal. Penempatan perpapanan nama /reklame  yang asal atau sporadis penempatannya pada akhirnya akan membuat ’polusi visual’ pada ruang kota atau justru sampai mengganggu keselamatan para pengguna jalan, tentu saja hal ini tidak dikehendaki oleh kita semua.  
Tentu saja tidak semua jalan dapat dipasang perpapanan nama /reklame , pemerintah kota harus jeli. jalan mana saja yang akan dipasang perpapanan nama / reklame . Pada lokasi dengan fungsi komersial tinggi dimungkinkan dilakukan pemasangan perpapanan nama /reklame , tetapi pada fungsi-fungsi pemerintahan atau pendidikan pemasangan perpapanan nama /reklame tentu harus lebih selektif sesuai dengan fungsi ruang kota yang diwadahi agar tidak menimbulkan kesan yang tidak baik atau justru berbeda terhadap kawasan.

Perpapanan nama /reklame  yang dirancang dengan baik , dengan mempertimbangkan arsitektur kota akan menambah kualitas tampilan bangunan dan estetika kota serta dapat memberi kejelasan informasi usaha yang ditampilkan. Perpapanan nama /reklame  yang umumnya dilengkapi juga dengan pencahayaan / lampu dapat menambah penerangan dan kesemarakan pada sudut-sudut kota, sehingga kota terkesan terang dan ramai. Tentu saja ini dapat menimbulkan daya tarik bagi para pengunjung dari luar untuk datang pada kota yang bersangkutan. Semakin banyak orang yang datang pada suatu kota, tentu saja sedikit banyak akan dapat meningkatkan aktifitas ekonomi pada kota tersebut. 

Jadi tidak tepat sebenarnya kalau merencanakan atau menempatkan perpapanan nama /reklame  dengan melalui pendekatan ekonomi, karena yang akan diperoleh hanya pendapatan ( PAD ), sementara tata ruang kota ada kemungkinan semrawut. Yang seharusnya dilakukan adalah menempatkan ekonomi sebagai dampak positif dari pendekatan perancangan kota. Sehingga yang diperoleh disamping pendapatan ( PAD ) adalah juga kondisi teratur dan harmonis pada tata ruang kota.