Peran
Widyaiswara Dalam Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0
Oleh
Ir.H.
Yoyon Indrayana, MT
NIP.19660722
199301 1 001
Abstrak
Kompetensi
ASN pada masa era revolusi industri 4.0 yang
dibutuhkan adalah bukan hanya piawai dalam hal teknis saja, namun juga
yang memiliki ketrampilan nonteknis. Ketrampilan tersebut meliputi: kemampaun
memecahkan masalah kompleks, berpikir kritis, kreatif, manajemen manusia,
kemampuan berkoordinasi, serta memiliki kecerdasan emosional. Kemudian juga
harus memiliki keterampilan dalam hal memberikan penilaian dan membuat
keputusan, berorientasi pelayanan, memiliki kemampuan negosiasi, dan
fleksibilitas kognitif. Selain itu juga untuk dapat menjembatani gap (jarak)
antar generasi yang kerap muncul dalam dinamika organisasi, perlu kebesaran
jiwa generasi old untuk memahami generasi zaman now. Agar bisa menghadapi semua
tantangan pada era revolusi Industri 4.0, para pendidik/ widyaiswara mesti
terus meningkatkan kompetensi dan melihat tantangan sebagi peluang. Salah
satunya yang menjadi syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana
menyiapkan kualifikasi dan kompetensi widyaisawara yang berkualitas,
Karena meski era revolusi industri 4.0 memberikan sejumlah dampak terhadap
dunia pendidikan khususnya kediklatan, namun peran pendidik atau widyaiswara
tidak pernah tergantikan oleh kecerdasan buatan apapun. Melalui widyaiswara,
dunia pendidikan dan pelatihan mesti
mengonstruksi kreativitas, pemikiran kritis, kerja sama, penguasaan teknologi
informasi dan komunikasi serta kemampuan literasi digital.
Kata kunci : revolusi indutri 4.0, kompetensi ASN,
kompetensi widyaiswara, teknologi informasi
A.
Pendahuluan
Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan
aparatur yang harus siap mengabdi kepada negara dan memberikan pelayanan
terbaik untuk masyarakat. Seorang ASN setidaknya harus memiliki 10
kompetensi soft skill (non teknis), seiring perubahan lingkungan saat ini disebabkan
salah satunya oleh revolusi industri empat (Industri 4.0). Revolusi industri 4.0
tersebut dapat berpengaruh terhadap pekerjaan, pekerja dan tempat kerja. Pada
pekerja khususnya pada para ASN terjadi perubahan sistem atau pola interaksi
kerja antara pekerjaan dan pencari kerja. Kompleksitas tantangan ini dilecut
oleh beberapa fenomena kekinian. Berkembangnya era revolusi industri 4.0, yang
serba otomatis memasuki era disrupsi teknologi yang bergeser pada era
revolusi industri 4.0. World Economic Forum (WEF) menyebut revolusi industri ke
empat ini adalah revolusi berbasis Cyber Physical System yang secara
garis besar merupakan gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi.
Ditandai dengan munculnya fungsi-fungsi
kecerdasan buatan (artificial intelligence), mobile supercomputing, intelligent
robot, self-driving cars, neuro-technological brain enhancements, era big data
yang membutuhkan kemampuan cybersecurity, era pengembangan biotechnology dan
genetic editing (manipulasi gen). Kompetensi ASN yang dibutuhkan bukan hanya
piawai dalam hal teknis saja, namun juga yang memiliki ketrampilan nonteknis.
Ketrampilan tersebut meliputi: kemampaun memecahkan masalah kompleks, berpikir
kritis, kreatif, manajemen manusia, kemampuan berkoordinasi, serta memiliki
kecerdasan emosional. Kemudian keterampilan dalam hal memberikan penilaian dan
membuat keputusan, berorientasi pelayanan, memiliki kemampuan negosiasi, dan
fleksibilitas kognitif. Selain itu untuk menjembatani gap (jarak) antar
generasi yang kerap muncul dalam dinamika organisasi, perlu kebesaran jiwa
generasi old untuk memahami generasi zaman now. Fenomena kekinian ini juga
ditopang oleh lahir dan hadirnya generasi milenial yang lebih populer dengan
sebutan kids zaman now. Revolusi industri 4.0 dan fenomena Aparatur Sipil
Negara (ASN) zaman now membawa preferensi baru yang sedikit banyak mengubah
cara pandang kita terhadap sebuah pekerjaan dan tanggung jawab.
Aparatur Sipil Negara atau selama ini kita
lebih mengenalnya dengan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah baik di pusat maupun
di daerah yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas
pemerintah dan tugas pembangunan tertentu, tanpa kita sadari bahwa para ASN
tersebut merupakan generasi milenial yaitu generasi kelahiran tahun 1980 ke atas
yang mulai menggantikan generasi Baby Bombers yaitu generasi kelahiran tahun
1980 kebawah. Generasi milenial sangat familiar terhadap teknologi, bagaimana
teknologi bisa menghubungkan manusia dengan manusia dan manusia dan teknologi
mempermudah atau meringkas urusan manusia. Meski era revolusi industri 4.0 memberikan
sejumlah dampak terhadap dunia pendidikan khususnya kediklatan, namun peran
pendidik atau widyaiswara tidak pernah tergantikan oleh kecerdasan buatan.
B.
Kajian
Teoritik
Lee et
al (2013) menjelaskan, industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi
manufaktur yang didorong oleh empat faktor: 1) peningkatan volume data,
kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan
kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan
mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti
robotika dan 3D printing.
Lifter
dan Tschiener (2013) menambahkan, prinsip dasar industri 4.0 adalah
penggabungan mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas
di sepanjang rantai dan proses produksi untuk mengendalikan satu sama lain
secara mandiri. Industri 4.0 merupakan industri yang menggabungkan teknologi
otomatisasi dengan teknologi cyber. Ini merupakan tren otomatisasi
dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur, termasuk sistem cyber-fisik,
internet untuk segala atau Internet of Things (IoT), komputasi
awan dan komputasi kognitif. Industri 4.0 menghasilkan “pabrik cerdas”.
Era
revolusi industri 4.0 mengubah konsep pekerjaan, struktur pekerjaan, dan
kompetensi yang dibutuhkan dunia pekerjaan. Sebuah survei perusahaan perekrutan
internasional, Robert Walters, bertajuk Salary Survey 2018 menyebutkan, fokus
pada transformasi bisnis ke platform digital telah memicu
permintaan profesional sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang
jauh berbeda dari sebelumnya. Era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara
pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara
mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang
terhadap konsep pendidikan itu sendiri
C.
Pembahasan
1. Tantangan
Revolusi Industri 4.0
Saat ini, revolusi industri keempat (4.0)
mengubah ekonomi, pekerjaan, dan bahkan masyarakat itu sendiri. Hakikat
Industri 4.0, merupakan penggabungan teknologi fisik dan digital melalui
analitik, kecerdasan buatan, teknologi kognitif, dan Internet of Things (IoT)
untuk menciptakan perusahaan digital yang saling terkait dan mampu menghasilkan
keputusan yang lebih tepat. Perusahaan digital dapat berkomunikasi,
menganalisis, dan menggunakan data untuk mendorong tindakan cerdas di dunia
fisik. Singkatnya, revolusi ini menanamkan teknologi yang cerdas dan terhubung
tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari kita. World
Economic Forum (WEF) menyebut Revolusi Industri 4.0 adalah revolusi
berbasis Cyber Physical Systemyang secara garis besar merupakan
gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi. Ditandai dengan
munculnya fungsi-fungsi kecerdasan buatan (artificial intelligence), mobile
supercomputing, intelligent robot, self-driving cars, neuro-technological
brain enhancements, era big data yang membutuhkan kemampuan cybersecurity, era
pengembangan biotechnology dan genetic editing (manipulasi gen).
Dunia Pendidikan
setidaknya harus mampu menyiapkan peserta didiknya menghadapi tiga hal: a)
menyiapkan peserta didik untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum
ada; b) menyiapkan peserta didik untuk bisa menyelesaikan masalah yang
masalahnya saat ini belum muncul, dan c) menyiapkan peserta didik untuk bisa
menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh
sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia pendidikan. Untuk bisa
menghadapi tantangan tersebut, syarat penting yang harus dipenuhi adalah
bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas.
2. Peran
Widyaiswara pada era Revolusi Industri 4.0
Agar bisa menghadapi semua tantangan pada
era revolusi Industri 4.0, pendidik/widyaiswara mesti terus meningkatkan kompetensi
dan melihat tantangan sebagi peluang. Salah satunya yang menjadi syarat penting
yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi
widyaisawara yang berkualitas. karena di era revolusi industri 4.0
profesi pendidik makin kompetitif. Para pendidik, peserta didik, dan
lulusan sebuah pendidikan dan pelatihan dituntut beradaptasi dengan
perubahan, dan proses pendidikan harus menyentuh kenyataan sosial yang
sebenarnya.
Seorang widyaiswara harus menguasai, bukan
dikuasai oleh kemajuan. Menghadapi revolusi industri 4.0 tentu bukan hal mudah.
Sederet hal perlu dipersiapkan, misalnya saja dengan merubah metode
pembelajaran dalam dunia pendidikan yang ada saat ini. Kita memiliki potensi
yang tinggi untuk menciptakan ASN berkelas dunia dengan mengombinasikan
berbagai sistem pelatihan yang progresif dan edukatif seperti e-learning,
coaching, mentoring dan on the job training. Dengan sistem ini,
harapan kita mampu untuk meningkatkan kualitas ASN di Indonesia segera terwujud.
Setidaknya terdapat lima kualifikasi dan
kompetensi seorang pendidik termasuk widyaiswara yang dibutuhkan di era
4.0. Kelimanya meliputi:
1. Educational
competence, kompetensi mendidik/pembelajaran berbasis internet of
thing sebagai basic skill di era ini;
2. Competence
for technological commercialization, punya kompetensi membawa peserta
memiliki sikap entrepreneurship (kewirausahaan) dengan teknologi
atas hasil karya inovasi setiap pembelajar/ peserta.
3. Competence
in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai budaya,
kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan
memecahkan problem nasional;
4. Competence
in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga punya
kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan
strateginya, dengan cara joint-lecture, joint-research, joint-resources,
staff mobility dan rotasi, dan lain sebagainya.
5. Counselor
competence, mengingat ke depan masalah peserta diklat bukan pada kesulitan
memahami materi ajar, tapi lebih terkait masalah psikologis, stres akibat
tekanan keadaan yang makin komplek dan berat.
Tak terkecuali dalam pembelajaran,
perubahan bisa dengan melakukan reorientasi kurikulum untuk membangun
kompetensi era revolusi industri 4.0 dan menyiapkan pembelajaran berbasis
daring (online learning) dalam bentuk hybrid atau blended
learning. Melalui widyaiswara, dunia pendidikan dan pelatihan mesti
mengonstruksi kreativitas, pemikiran kritis, kerja sama, penguasaan teknologi
informasi dan komunikasi serta kemampuan literasi digital.
D.
Penutup
Seorang widyaiswara harus menguasai, bukan
dikuasai oleh kemajuan. Terlebih dalam menghadapi revolusi industri 4.0 saat
ini tentu bukan hal mudah. Banyak yang perlu dipersiapkan, misalnya saja dengan
merubah metode pembelajaran dalam dunia pendidikan yang ada saat ini. Widyaiswara
dituntut menguasi kompetensi kognitif, kompetensi sosial-behavioral, dan
kompetensi teknikal dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. Kompetensi
kognitif mencakup kemampuan literasi dan numerasi, serta kemampuan berpikir
tingkat tinggi. Kompetensi social behavioral, mencakup keterampilan sosial
emosional, keterbukaan, ketekunan, emosi yang stabil, kemampuan mengatur diri,
keberanian memutuskan dan keterampilan interpersonal. Kompetensi teknikal yang
merupakan keterampilan teknis yang sesuai bidang pekerjaan yang digeluti, dan
ini terkait dengan pendidikan vokasi. Kita harus tetap optimis bahwa kita
memiliki potensi yang tinggi untuk menciptakan
ASN berkelas dunia dimasa yang akan datang.
Daftar
Pustaka
Afandi
& Sajidan. 2017. Stimulasi
Keterampilan Tingkat Tinggi. UNSPRESS.
Amir,
T.M, 2009. Inovasi Pendidikan melalui
Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pembelajar di Era
Pengetahuan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Dimyati
dan Mudjiono.1994. Belajar dan Mengajar.
Jakarta; Rineka Cipta.
Joyce, B
& Weil, M. 2000. Models of Teaching.
Boston: Allyn & Bacon
Kuntari Eri Murti. 2013. Pendidikan Abad 21 Dan Implementasinya Pada
Pembelajaran Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Untuk Paket Keahlian
Desain Interior
Lewis,
A., & Smith, D. 1993. Defining High
Order Thinking. Theory into
Practice, 32 (3): 131-137
Maya
Bialik & Charles Fadel. 2015. Skills
for the 21st Century: What Should
Students
Learn?. Center for Curriculum Redesign Boston, Massachusetts
N. J.
Mourtos, N. DeJong Okamoto & J. Rhee. 2004. Defining, teaching, and assessing problem solving skills. San Jose
State University San Jose, California
95192-0087
Siti
Zubaidah. 2016. Keterampilan Abad Ke-21:
Keterampilan Yang Diajarkan
Melalui Pembelajaran.