Minggu, 18 Oktober 2020

 

 

Peran Widyaiswara Dalam Menghadapi Tantangan Revolusi Industri 4.0

Oleh

Ir.H. Yoyon Indrayana, MT

NIP.19660722 199301 1 001

 

 

Abstrak

 

Kompetensi ASN pada masa era revolusi industri 4.0 yang  dibutuhkan adalah bukan hanya piawai dalam hal teknis saja, namun juga yang memiliki ketrampilan nonteknis. Ketrampilan tersebut meliputi: kemampaun memecahkan masalah kompleks, berpikir kritis, kreatif, manajemen manusia, kemampuan berkoordinasi, serta memiliki kecerdasan emosional. Kemudian juga harus memiliki keterampilan dalam hal memberikan penilaian dan membuat keputusan, berorientasi pelayanan, memiliki kemampuan negosiasi, dan fleksibilitas kognitif. Selain itu juga untuk dapat menjembatani gap (jarak) antar generasi yang kerap muncul dalam dinamika organisasi, perlu kebesaran jiwa generasi old untuk memahami generasi zaman now. Agar bisa menghadapi semua tantangan pada era revolusi Industri 4.0, para pendidik/ widyaiswara mesti terus meningkatkan kompetensi dan melihat tantangan sebagi peluang. Salah satunya yang menjadi syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi widyaisawara  yang berkualitas, Karena meski era revolusi industri 4.0 memberikan sejumlah dampak terhadap dunia pendidikan khususnya kediklatan, namun peran pendidik atau widyaiswara tidak pernah tergantikan oleh kecerdasan buatan apapun. Melalui widyaiswara, dunia pendidikan  dan pelatihan mesti mengonstruksi kreativitas, pemikiran kritis, kerja sama, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi serta kemampuan literasi digital.

 

Kata kunci : revolusi indutri 4.0, kompetensi ASN, kompetensi widyaiswara, teknologi informasi

 

 

A.    Pendahuluan

Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan aparatur yang harus siap mengabdi kepada negara dan memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. Seorang ASN setidaknya harus memiliki  10 kompetensi soft skill (non teknis), seiring perubahan lingkungan saat ini disebabkan salah satunya oleh revolusi industri empat (Industri 4.0). Revolusi industri 4.0 tersebut dapat berpengaruh terhadap pekerjaan, pekerja dan tempat kerja. Pada pekerja khususnya pada para ASN terjadi perubahan sistem atau pola interaksi kerja antara pekerjaan dan pencari kerja. Kompleksitas tantangan ini dilecut oleh beberapa fenomena kekinian. Berkembangnya era revolusi industri 4.0, yang serba otomatis  memasuki era disrupsi teknologi yang bergeser pada era revolusi industri 4.0. World Economic Forum (WEF) menyebut revolusi industri ke empat ini  adalah revolusi berbasis Cyber Physical System yang secara garis besar merupakan gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi.

Ditandai dengan munculnya fungsi-fungsi kecerdasan buatan (artificial intelligence), mobile supercomputing, intelligent robot, self-driving cars, neuro-technological brain enhancements, era big data yang membutuhkan kemampuan cybersecurity, era pengembangan biotechnology dan genetic editing (manipulasi gen). Kompetensi ASN yang dibutuhkan bukan hanya piawai dalam hal teknis saja, namun juga yang memiliki ketrampilan nonteknis. Ketrampilan tersebut meliputi: kemampaun memecahkan masalah kompleks, berpikir kritis, kreatif, manajemen manusia, kemampuan berkoordinasi, serta memiliki kecerdasan emosional. Kemudian keterampilan dalam hal memberikan penilaian dan membuat keputusan, berorientasi pelayanan, memiliki kemampuan negosiasi, dan fleksibilitas kognitif. Selain itu untuk menjembatani gap (jarak) antar generasi yang kerap muncul dalam dinamika organisasi, perlu kebesaran jiwa generasi old untuk memahami generasi zaman now. Fenomena kekinian ini juga ditopang oleh lahir dan hadirnya generasi milenial yang lebih populer dengan sebutan kids zaman now. Revolusi industri 4.0 dan fenomena Aparatur Sipil Negara (ASN) zaman now membawa preferensi baru yang sedikit banyak mengubah cara pandang kita terhadap sebuah pekerjaan dan tanggung jawab.

Aparatur Sipil Negara atau selama ini kita lebih mengenalnya dengan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintah dan tugas pembangunan tertentu, tanpa kita sadari bahwa para ASN tersebut merupakan generasi milenial yaitu generasi kelahiran tahun 1980 ke atas yang mulai menggantikan generasi Baby Bombers yaitu generasi kelahiran tahun 1980 kebawah. Generasi milenial sangat familiar terhadap teknologi, bagaimana teknologi bisa menghubungkan manusia dengan manusia dan manusia dan teknologi mempermudah atau meringkas urusan manusia. Meski era revolusi industri 4.0 memberikan sejumlah dampak terhadap dunia pendidikan khususnya kediklatan, namun peran pendidik atau widyaiswara tidak pernah tergantikan oleh kecerdasan buatan.

 

B.    Kajian Teoritik

Lee et al (2013) menjelaskan, industri 4.0 ditandai dengan peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor: 1) peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas; 2) munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis; 3) terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin; dan 4) perbaikan instruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing.

Lifter dan Tschiener (2013) menambahkan, prinsip dasar industri 4.0 adalah penggabungan mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri. Industri 4.0 merupakan industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber. Ini merupakan tren otomatisasi dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur, termasuk sistem cyber-fisik, internet untuk segala atau Internet of Things (IoT), komputasi awan dan komputasi kognitif. Industri 4.0 menghasilkan “pabrik cerdas”.

Era revolusi industri 4.0 mengubah konsep pekerjaan, struktur pekerjaan, dan kompetensi yang dibutuhkan dunia pekerjaan. Sebuah survei perusahaan perekrutan internasional, Robert Walters, bertajuk Salary Survey 2018 menyebutkan, fokus pada transformasi bisnis ke platform digital telah memicu permintaan profesional sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi yang jauh berbeda dari sebelumnya. Era revolusi industri 4.0 juga mengubah cara pandang tentang pendidikan. Perubahan yang dilakukan tidak hanya sekadar cara mengajar, tetapi jauh yang lebih esensial, yakni perubahan cara pandang terhadap konsep pendidikan itu sendiri

 

C.    Pembahasan

 

1.     Tantangan Revolusi Industri 4.0

Saat ini, revolusi industri keempat (4.0) mengubah ekonomi, pekerjaan, dan bahkan masyarakat itu sendiri. Hakikat Industri 4.0, merupakan penggabungan teknologi fisik dan digital melalui analitik, kecerdasan buatan, teknologi kognitif, dan Internet of Things (IoT) untuk menciptakan perusahaan digital yang saling terkait dan mampu menghasilkan keputusan yang lebih tepat. Perusahaan digital dapat berkomunikasi, menganalisis, dan menggunakan data untuk mendorong tindakan cerdas di dunia fisik. Singkatnya, revolusi ini menanamkan teknologi yang cerdas dan terhubung tidak hanya di dalam perusahaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari kita. World Economic Forum (WEF) menyebut Revolusi Industri 4.0 adalah revolusi berbasis Cyber Physical Systemyang secara garis besar merupakan gabungan tiga domain yaitu digital, fisik, dan biologi. Ditandai dengan munculnya fungsi-fungsi kecerdasan buatan (artificial intelligence), mobile supercomputingintelligent robotself-driving carsneuro-technological brain enhancements, era big data yang membutuhkan kemampuan cybersecurity, era pengembangan biotechnology dan genetic editing (manipulasi gen).

Dunia Pendidikan setidaknya harus mampu menyiapkan peserta didiknya menghadapi tiga hal: a) menyiapkan peserta didik untuk bisa bekerja yang pekerjaannya saat ini belum ada; b) menyiapkan peserta didik untuk bisa menyelesaikan masalah yang masalahnya saat ini belum muncul, dan c) menyiapkan peserta didik untuk bisa menggunakan teknologi yang sekarang teknologinya belum ditemukan. Sungguh sebuah pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi dunia pendidikan. Untuk bisa menghadapi tantangan tersebut, syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi guru yang berkualitas.

 

2.     Peran Widyaiswara pada era Revolusi Industri 4.0

Agar bisa menghadapi semua tantangan pada era revolusi Industri 4.0, pendidik/widyaiswara mesti terus meningkatkan kompetensi dan melihat tantangan sebagi peluang. Salah satunya yang menjadi syarat penting yang harus dipenuhi adalah bagaimana menyiapkan kualifikasi dan kompetensi widyaisawara  yang berkualitas. karena di era revolusi industri 4.0 profesi pendidik makin kompetitif.  Para pendidik, peserta didik, dan  lulusan sebuah pendidikan dan pelatihan dituntut beradaptasi dengan perubahan, dan proses pendidikan harus menyentuh kenyataan sosial yang sebenarnya.

Seorang widyaiswara harus menguasai, bukan dikuasai oleh kemajuan. Menghadapi revolusi industri 4.0 tentu bukan hal mudah. Sederet hal perlu dipersiapkan, misalnya saja dengan merubah metode pembelajaran dalam dunia pendidikan yang ada saat ini. Kita memiliki potensi yang tinggi untuk menciptakan  ASN berkelas dunia dengan mengombinasikan berbagai sistem pelatihan yang progresif dan edukatif seperti e-learning, coaching, mentoring dan on the job training. Dengan sistem ini, harapan kita mampu untuk meningkatkan kualitas ASN di Indonesia segera terwujud.

Setidaknya terdapat lima kualifikasi dan kompetensi seorang pendidik termasuk widyaiswara  yang dibutuhkan di era 4.0. Kelimanya meliputi:

1.     Educational competence, kompetensi mendidik/pembelajaran berbasis internet of thing sebagai basic skill di era ini;

2.     Competence for technological commercialization, punya kompetensi membawa peserta  memiliki sikap entrepreneurship (kewirausahaan) dengan teknologi atas hasil karya inovasi setiap pembelajar/ peserta.

3.     Competence in globalization, dunia tanpa sekat, tidak gagap terhadap berbagai budaya, kompetensi hybrid, yaitu global competence dan keunggulan memecahkan problem nasional;

4.     Competence in future strategies, dunia mudah berubah dan berjalan cepat, sehingga punya kompetensi memprediksi dengan tepat apa yang akan terjadi di masa depan dan strateginya, dengan cara joint-lecture, joint-research, joint-resources, staff mobility dan rotasi,  dan lain sebagainya.

5.     Counselor competence, mengingat ke depan masalah peserta diklat bukan pada kesulitan memahami materi ajar, tapi lebih terkait masalah psikologis, stres akibat tekanan keadaan yang makin komplek dan berat.

 

Tak terkecuali dalam pembelajaran, perubahan bisa dengan melakukan reorientasi kurikulum untuk membangun kompetensi era revolusi industri 4.0 dan menyiapkan pembelajaran berbasis daring  (online learning) dalam bentuk hybrid atau blended learning. Melalui widyaiswara, dunia pendidikan  dan pelatihan mesti mengonstruksi kreativitas, pemikiran kritis, kerja sama, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi serta kemampuan literasi digital.

 

D.    Penutup

Seorang widyaiswara harus menguasai, bukan dikuasai oleh kemajuan. Terlebih dalam menghadapi revolusi industri 4.0 saat ini tentu bukan hal mudah. Banyak yang perlu dipersiapkan, misalnya saja dengan merubah metode pembelajaran dalam dunia pendidikan yang ada saat ini. Widyaiswara dituntut menguasi kompetensi kognitif, kompetensi sosial-behavioral, dan kompetensi teknikal dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. Kompetensi kognitif mencakup kemampuan literasi dan numerasi, serta kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kompetensi social behavioral, mencakup keterampilan sosial emosional, keterbukaan, ketekunan, emosi yang stabil, kemampuan mengatur diri, keberanian memutuskan dan keterampilan interpersonal. Kompetensi teknikal yang merupakan keterampilan teknis yang sesuai bidang pekerjaan yang digeluti, dan ini terkait dengan pendidikan vokasi. Kita harus tetap optimis bahwa kita memiliki potensi yang tinggi untuk menciptakan  ASN berkelas dunia dimasa yang akan datang.

 

Daftar Pustaka

Afandi & Sajidan. 2017. Stimulasi Keterampilan Tingkat Tinggi. UNSPRESS.

Amir, T.M, 2009. Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pembelajar di Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Dimyati dan Mudjiono.1994. Belajar dan Mengajar. Jakarta; Rineka Cipta.

Joyce, B & Weil, M. 2000. Models of Teaching. Boston: Allyn & Bacon

 Kuntari Eri Murti. 2013. Pendidikan Abad 21 Dan Implementasinya Pada Pembelajaran Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Untuk Paket Keahlian Desain Interior

Lewis, A., & Smith, D. 1993. Defining High Order Thinking. Theory into Practice, 32 (3): 131-137

Maya Bialik & Charles Fadel. 2015. Skills for the 21st Century: What Should Students Learn?. Center for Curriculum Redesign Boston, Massachusetts

N. J. Mourtos, N. DeJong Okamoto & J. Rhee. 2004. Defining, teaching, and assessing problem solving skills. San Jose State University San Jose, California 95192-0087

Siti Zubaidah. 2016. Keterampilan Abad Ke-21: Keterampilan Yang Diajarkan Melalui Pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar