Minggu, 18 Oktober 2020

 

PROVINSI CIREBON, EKSPEKTASI YANG TERTUNDA

Oleh. Yoyon Indrayana

Program Doktor Administrasi Publik, Universitas Diponegoro

 

Arti ekspektasi adalah suatu harapan atau keyakinan yang diharapkan akan menjadi kenyataan di masa depan yang dianggap akan memberikan dampak yang baik atau lebih baik. Sengaja saya mengawali tulisan saya dengan kata ekspektasi untuk memberikan gambaran sejak awal, bahwa seandainya provinsi Cirebon terbentuk tujuananya tidak ada kata lain untuk memberikan dampak yang lebih baik bagi kesejahteraan warga masyarakat Cirebon. Tentu saja yang dimaksud Cirebon dalam hal ini adalah warga masyarakat di wilayah-wilayah yang tergabung dalam provinsi Cirebon. Sehingga diperlukan orang-orang yang betul-betul memiliki komitmen dan kepedulian yang tinggi pada kesejahteraan masyarakat untuk dapat merumuskan berdirinya provinsi Cirebon.

Latar belakang sejarah kesultanan Cirebon, sebenarnya secara spasial sudah jelas menunjukan bahwa wilayah Cirebon itu bukan hanya yang saat ini kita kenal sebagai kota Cirebon atau kabupaten Cirebon saja. Pada periode Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati (1479-1568) memimpin Cirebon merupakan masa perkembangan sekaligus masa kejayaan Islam di Cirebon. Pada masa itu, bidang politik, keagamaan, dan perdagangan, maju sangat pesat. Syarif Hidayatullah meninggalkan istananya untuk melakukan dakwah di beberapa wilayah di Jawa Barat, semisal Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kalapa, dan Banten. Pada masa itu pula berlangsung  penyebaran Islam ke Banten (sekitar 1525-1526) melalui penempatan salah seorang putra Syarif Hidayatullah, Maulana Hasanuddin.  Peristiwa itu terjadi setelah keruntuhan pemerintahan Pucuk Umum, penguasa kadipaten dari Kerajaan Sunda Pajajaran yang berkududukan di Banten Girang. Kemajuan Islam pada era Syarif Hidayatullah tidak berhenti pada terbentuknya pusat pemerintahan di bawah pimpinan  Maulana Hasanuddin yang terletak di Surosowan, dekat Muara Cibanten, tetapi pengembangan juga dilakukan ke arah Priangan Timur, antara lain ke Kerajaan Galuh (tahun 1528), kemudian Talaga (tahun 1530). Wilayah kekuasaan kasultanan Cirebon sampai tahun 1530 M, meliputi hampir separuh dari Jawa Barat, yaitu Indramayu, Krawang, Bekasi, Tangerang, dan Serang (Banten). Di bawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati, 2/3 wilayah Jawa Barat berhasil diislamkan.

Sejak awal berdirinya Cirebon terdiri dari berbagai macam suku dan etnis.  Masyarakat Cirebon berasal dari suku bangsa tersendiri, yang tercipta dari akulturasi budaya yang berjalan dan berproses selama ratusan tahun. Cirebon sebagai sebuah suku memiliki bahasa tersendiri, adat istiadat sendiri, berbagai kesenian, dan budaya tersendiri.  Menurut Kitab Purwaka Caruban Nagari, Suku Cirebon merupakan perpaduan antara 2 suku besar, yaitu Suku Jawa dan Suku Sunda. Akulturasi kedua suku tersebut melahirkan suku yang mandiri, yaitu Suku Cirebon. Nama Cirebon sendiri berasal dari kata "Sarumban", yang jika diucapkan maka menjadi "Caruban". Seiring perkembangan Caruban berubah menjadi Cerbon. Cerbon dan akhirnya menjadi Cirebon. Sarumban memiliki arti campuran, maka Cirebon berarti campuran. Orang atau etnis Cirebon adalah kelompok etnis yang tersebar di sekitar Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka bagian Utara atau biasa disebut sebagai wilayah "Pakaleran". Selanjutnya, etnis Cirebon juga menyebar ke Kabupaten Kuningan, sebelah Utara Kabupaten Subang. Bagian Utara mulai dari Blanakan, Pamanukan hingga Pusakanagara dan sebagian pesisir Utara Kabupaten Karawang, mulai dari pesisir Pedes hingga Cilamaya di Jawa Barat. Selain itu juga di sekitar Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Karena pada saat itu Cirebon banyak didatangi orang dari berbagai negara/etnis , seperti Arab dan China, yang kemudian mereka tinggal menetap di Cirebon yang pada akhirnya juga ikut mempengaruhi kebudayaan masyarakat Cirebon. Bahasa yang  dituturkan oleh orang Cirebon adalah gabungan dari bahasa Jawa, Sunda, Arab, dan Mandarin, yang mereka sebut sebagai bahasa Cirebon. Mereka juga memiliki dialek Sunda tersendiri yang disebut bahasa Sunda Cirebon. Pada mulanya keberadaan etnis atau orang Cirebon selalu dikaitkan dengan keberadaan Suku Sunda dan Jawa, namun kemudian eksistensinya mengarah kepada pembentukan budaya tersendiri.

Dengan latar belakang historis yang cukup kuat, mestinya bukan hal yang sulit untuk dapat berdirinya provinsi Cirebon. Provinsi Cirebon dengan berbagai macam ragam etnis dan budayanya bisa menjadi provinsi yang memiliki banyak keunggulan dibanding provinsi-provinsi lain di Indonesia. Wilayah-wilayah yang termasuk wilayah Cirebon saat ini ,yaitu ; Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan ( Ciayumajakuning ) memiliki potensi yang sangat bagus dengan ciri kekuatan masing-masing; kabupaten Cirebon dengan kawasan industri dan pertaniannya; kabupaten Majalengka dengan kawasan industri, pertanian dan wisata alamnya; kabupaten Kuningan dengan sumber air bersih, pertanian dan wisata alamnya; kabupaten Indramayu dengan kawasan pertanian dan industri minyaknya; dan kota Cirebon dengan perdagangan dan jasanya. Ini tentu saja dapat menjadi modal yang sangat besar bagi terbentuknya provinsi Cirebon kedepan. Kalau semua potensi tadi dapat dikelola dan kembangkan dengan baik, tentu saja akan mendatangkan kesejahteraan bagi penduduk Ciayumajakuning yang saat ini kalau digabungkan tidak sampai berjumlah 7 juta jiwa.

Secara geografis wilayah Cirebon memiliki posisi yang sangat strategis di pesisir utara pulau Jawa. Hampir semua moda transportasi darat yang bergerak dari timur pulau Jawa ke barat pulau Jawa ataupun sebaliknya semua melewati wilayah Cirebon. Posisi ini jelas menjadi unggulan bagi wilayah Cirebon dibanding wilayah-wilayah lain di pulau Jawa. Bahkan untuk wilayah Jawa Barat, wilayah Cirebon paling unggul dibanding wilayah-wilayah lain bahkan dengan ibukota provinsi Jawa barat, Bandung sekalipun. Begitu juga aksesibilitas ke ibu kota negara Jakarta, dari wilayah Cirebon dapat dijangkau dengan sangat mudah dan cepat.  Tersedianya infrastruktur transportasi darat yang sangat layak seperti jalur kereta api atau jalan bebas hambatan ( Jalan Tol ), sangat membantu pergerakan warga masyarakat di wilayah Cirebon untuk mengurusi segala kepentingannya. Kemudahan akses ini jelas sangat menguntungkan bagi wilayah Cirebon dan sekitarnya, bisa  diprediksi  provinsi Cirebon pada masa yang akan datang dapat menjadi yang terdepan/terdekat dengan ibukota negara Jakarta, dibanding dengan provinsi Jawa Barat ataupun provinsi Banten. Saat ini pun mobilitas pergerakan warga masyarakat Cirebon ke Jakarta lebih besar dibanding pergerakan warga masyarakat Cirebon ke Bandung.

Didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) tahun 2008 telah ditetapkan bahwa kawasan metropolitan Cirebon, kawasan metropolitan Bandung Raya dan kawasan metropolitan Jabodetabek adalah sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Ini bisa diartikan bahwa secara analisis spasial ketiga wilayah memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang sebagai kawasan metropolitan kedepan. Demikian halnya dengan kawasan metropolitan Cirebon dengan potensi dan kemampuan wilayah yang ada sangat dimungkinkan berkembang sebagai provinsi Cirebon. Dengan didukung berbagai infrastruktur pembangunan yang ada, seperti ; Bandara Internasional Kertajati, Pelabuhan Cirebon/ Pelabuhan Indramayu, Jalan Tol, dan lain sebagainya, dapat menjadi modal yang cukup lengkap dan kuat untuk berdirinya provinsi Cirebon.

Provinsi Cirebon sebagai ekspektasi dari warga masyarakat wilayah Cirebon harus memiliki tujuan atau orientasi pada kesejahteraan warga masyarakatnya. Kesejahteraan meliputi seluruh bidang kehidupan manusia. Mulai dari ekonomi, sosial, budaya, iptek, hankamnas, dan lain sebagainya. Bidang-bidang kehidupan tersebut meliputi jumlah dan jangkauan pelayanannya. Pemerintah memiliki kewajiban utama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan warganya. Ada beberapa indikator utama kesejahteraan, diantaranya adalah. Pertama, Jumlah dan pemerataan pendapatan. Hal ini berhubungan dengan masalah ekonomi. Pendapatan berhubungan dengan lapangan kerja, kondisi usaha, dan faktor ekonomi lainnya. Penyediaan lapangan kerja mutlak dilakukan oleh semua pihak agar masyarakat memiliki pendapatan tetap untuk memenuhi kebutuhan hidupnyan. Tanpa itu semua, mustahil manusia dapat mencapai kesejahteraan. Tanda-tanda masih belum sejahteranya suatu kehidupan masyarakat adalah jumlah dan sebaran pendapatan yang mereka terima. Kesempatan kerja dan kesempatan berusaha diperlukan agar masyarakat mampu memutar roda perekonomian yang pada akhirnya mampu meningkatkan jumlah pendapatan yang mereka terima. Dengan pendapatan yang mereka terima, masyarakat dapat melakukan transaksi ekonomi. Saat ini rata-rata Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di wilayah Cirebon berkisar diangka 2 juta rupiah, tentu ini menjadi pekerjaan rumah yang berat  bagi pemerintah agar dapat menaikan UMK kedepan paling tidak sama atau setara dengan UMK diwilayah Jabodetabek saat ini sekitar 4 juta rupiah. Kedua, pendidikan yang semakin mudah untuk dijangkau. Mudah disini dalam arti jarak dan nilai yang harus dibayarkan oleh masyarakat. Pendidikan yang mudah dan murah merupakan impian semua orang. Dengan pendidikan yang murah dan mudah itu, semua orang dapat dengan mudah mengakses pendidikan setinggi-tingginya. Dengan pendidikan yang tinggi itu, kualitas sumberdaya manusianya semakin meningkat. Dengan demikian kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin terbuka. Berkat kualitas sumberdaya manusia yang tinggi ini, lapangan kerja yang dibuka tidak lagi berbasis kekuatan otot, tetapi lebih banyak menggunakan kekuatan otak. Fasilitas pendidikan dibangun dengan jumlah yang banyak dan merata, disertai dengan peningkatan kualitas, serta biaya yang murah. Kesempatan untuk memperoleh pendidikan tidak hanya terbuka bagi mereka yang memiliki kekuatan ekonomi, atau mereka yang tergolong cerdas saja. Tapi, semua orang diharuskan untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Sementara itu, sekolah juga mampu memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Pendidikan disini, baik yang bersifat formal maupun non formal. Kedua jalur pendidikan ini memiliki kesempatan dan perlakuan yang sama dari pemerintah dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Angka melek huruf menjadi semakin tinggi, karena masyarakatnya mampu menjangkau pendidikan dengan biaya murah. Kesejahteraan warga dapat dilihat dari kemampuan mereka untuk mengakses pendidikan, serta mampu menggunakan pendidikan itu untuk meraih kebutuhan hidupnya. Ketiga, kualitas kesehatan yang semakin meningkat dan merata. Kesehatan merupakan faktor untuk mendapatkan pendapatan dan pendidikan. Karena itu, faktor kesehatan ini harus ditempatkan sebagai hal yang utama dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat yang sakit akan sulit memperjuangkan kesejahteraan dirinya. Jumlah dan jenis pelayanan kesehatan harus sangat banyak. Masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan tidak dibatasi oleh jarak dan waktu. Setiap saat mereka dapat mengakses layanan kesehatan yang murah dan berkualitas. Lagi-lagi, ini merupakan kewajiban pemerintah yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Apabila masih banyak keluhan masyarakat tentang layanan kesehatan, maka itu pertanda bahwa pemerintah  masih belum mampu mencapai taraf kesejahteraan yang diinginkan oleh warga masyarakatnya. Jadi siapapun yang menjadi pemimpin di provinsi Cirebon kedepan harus betul-betul mampu bukan saja memahami tetapi melaksanakan pencapaian tujuan didirikannya provinsi Cirebon. Bukan hal yang mudah tetapi bukan hal yang tidak mungkin.

Menurut Gabrielle Ferrazzi, Pemekaran Wilayah dapat dilihat sebagai bagian dari proses penataan daerah atau teritorial reform atau administrative reform yaitu; management of the size, shape and hierarchy of local goverment units fot the purpose of achieving political and administravite goals. Penataan daerah umumnya mencakup pemekaran, penggabungan, dan penghapusan daerah. Ferrazzi berpendapat bahwa grand strategi otonomi daerah yang optimal tidak berhenti pada menentukan beberapa jumlah daerah otonom yang ideal di suatu negara, namun lebih dari itu, harus mampu menjawab pertanyaan apa sebenarnya hakikat otonomi daerah di negara bersangkutan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah mengisyaratkan perlunya daerah baru yang dimaksud untuk meningkatkan pelayanan, kepada masnyarakat guna mewujudkan kesejahteraan masnyarakat.

Menurut Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007, Pemekaran daerah/ wilayah adalah pemecahan suatu pemerintah baik propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa / Kelurahan menjadi dua daerah atau lebih. Menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan dan pengabungan daerah, pada pasal 2 menyebutkan pemekaran daerah/wilayah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui : Percepatan pelayanan kepada masyarakat; Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; Percepatan pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah; Percepatan pengelolaan potensi daerah; Peningkatan keamanan dan ketertiban; dan Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Untuk mencapai tujuan itu semua perlu adanya peningkatkan kualitas sumber daya aparatur disegala bidang, karena peran sumber daya manusia diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat serta mendukung dalam pengembangan wilayah didaerah. Strategi pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan melalui proses akumulasi dan utilisasi modal manusia telah terbukti memiliki peran strategis bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat luas.

Membentuk sebuah pemerintahan yang baru seperti provinsi Cirebon bukan hal yang mudah, membutuhkan dukungan dana dan suberdaya manusia yang besar. Meski harapan masyarakat adalah dengan adanya pemekaran akan mendekatkan pelayanan pemerintah dan pembangunan berjalan dengan cepat. Namun ada kemungkinan yang terjadi malah sebaliknya. Dengan dana pembangunan fasilitas perkantoran pemerintahan yang baru serta sarana lainnya, ditambah lagi biaya aparatur yang semakin bertambah jumlahnya, malah pelayanan dan kesejahteraan masyarakat menjadi terabaikan. Tahun-tahun pertama pemerintah daerah akan sibuk menata fasilitas pemerintahan, dan belum dapat memperhatikan masyarakat. Namun, jika kita lihat efek pemekaran dalam jangka panjang, banyak sisi positif pemekaran daerah. Dengan pembentukan provinsi Cirebon akan memperkecil rentang kendali suatu daerah/wilayah di Ciayumajakuning, maka akan mempermudah dan memperdekat pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sekaligus memperkecil biaya operasional jalannya pemerintahan. Dengan pemerintah daerah yang mengelola daerahnya secara mandiri dalam wilayah yang tidak terlalu luas dan penduduk yang tidak terlalu banyak, maka potensi-potensi yang ada di daerah dapat dikelola secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat daerah tersebut.

Tentu saja akan banyak tantangan dan pro kontra terhadap pembentukan provinsi Cirebon , tetapi dengan melihat latar belakang sejarah, potensi kewilayahan yang dimiliki, posisi yang sangat strategis secara geografis dan juga aksesibilitas yang mudah ke berbagai wilayah, tentu ini akan menjadi ekspektasi yang sangat besar bagi warga masyarakat di wilayah Ciayumajakuning, karena tidak dapat dipungkiri bahwa ini merupakan salah satu cara yang masih dipercaya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah Ciayumajakuning dan sekitarnya.

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar