PROVINSI
CIREBON, EKSPEKTASI YANG TERTUNDA
Oleh. Yoyon Indrayana
Program Doktor Administrasi Publik,
Universitas Diponegoro
Arti ekspektasi adalah
suatu harapan atau keyakinan yang diharapkan akan menjadi kenyataan di masa
depan yang dianggap akan memberikan dampak yang baik atau lebih baik. Sengaja
saya mengawali tulisan saya dengan kata ekspektasi untuk memberikan gambaran
sejak awal, bahwa seandainya provinsi Cirebon terbentuk tujuananya tidak ada
kata lain untuk memberikan dampak yang lebih baik bagi kesejahteraan warga
masyarakat Cirebon. Tentu saja yang dimaksud Cirebon dalam hal ini adalah warga
masyarakat di wilayah-wilayah yang tergabung dalam provinsi Cirebon. Sehingga
diperlukan orang-orang yang betul-betul memiliki komitmen dan kepedulian yang
tinggi pada kesejahteraan masyarakat untuk dapat merumuskan berdirinya provinsi
Cirebon.
Latar belakang sejarah kesultanan
Cirebon, sebenarnya secara spasial sudah jelas menunjukan bahwa wilayah Cirebon
itu bukan hanya yang saat ini kita kenal sebagai kota Cirebon atau kabupaten
Cirebon saja. Pada periode Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati (1479-1568)
memimpin Cirebon merupakan masa perkembangan sekaligus masa kejayaan Islam di
Cirebon. Pada masa itu, bidang politik, keagamaan, dan perdagangan, maju sangat
pesat. Syarif Hidayatullah meninggalkan istananya untuk melakukan dakwah di
beberapa wilayah di Jawa Barat, semisal Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh),
Sunda Kalapa, dan Banten. Pada masa itu pula berlangsung penyebaran Islam ke Banten (sekitar
1525-1526) melalui penempatan salah seorang putra Syarif Hidayatullah, Maulana
Hasanuddin. Peristiwa itu terjadi setelah
keruntuhan pemerintahan Pucuk Umum, penguasa kadipaten dari Kerajaan Sunda
Pajajaran yang berkududukan di Banten Girang. Kemajuan Islam pada era Syarif
Hidayatullah tidak berhenti pada terbentuknya pusat pemerintahan di bawah
pimpinan Maulana Hasanuddin yang
terletak di Surosowan, dekat Muara Cibanten, tetapi pengembangan juga dilakukan
ke arah Priangan Timur, antara lain ke Kerajaan Galuh (tahun 1528), kemudian
Talaga (tahun 1530). Wilayah kekuasaan kasultanan Cirebon sampai tahun 1530 M,
meliputi hampir separuh dari Jawa Barat, yaitu Indramayu, Krawang, Bekasi,
Tangerang, dan Serang (Banten). Di bawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati, 2/3
wilayah Jawa Barat berhasil diislamkan.
Sejak awal berdirinya
Cirebon terdiri dari berbagai macam suku dan etnis. Masyarakat Cirebon berasal
dari suku bangsa tersendiri, yang tercipta dari akulturasi budaya
yang berjalan dan berproses selama ratusan tahun. Cirebon sebagai
sebuah suku memiliki bahasa tersendiri, adat istiadat sendiri, berbagai
kesenian, dan budaya tersendiri. Menurut Kitab Purwaka Caruban Nagari, Suku Cirebon merupakan
perpaduan antara 2 suku besar, yaitu Suku Jawa dan Suku
Sunda. Akulturasi kedua suku tersebut melahirkan suku yang
mandiri, yaitu Suku Cirebon.
Nama Cirebon sendiri
berasal dari kata "Sarumban", yang jika diucapkan maka menjadi
"Caruban". Seiring perkembangan Caruban berubah menjadi Cerbon.
Cerbon dan akhirnya menjadi Cirebon.
Sarumban memiliki arti campuran, maka Cirebon
berarti campuran. Orang atau etnis Cirebon adalah
kelompok etnis yang tersebar di sekitar Kota Cirebon dan
Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka bagian Utara atau biasa disebut
sebagai wilayah "Pakaleran". Selanjutnya, etnis Cirebon juga
menyebar ke Kabupaten Kuningan, sebelah Utara Kabupaten Subang. Bagian Utara
mulai dari Blanakan, Pamanukan hingga Pusakanagara dan sebagian pesisir Utara
Kabupaten Karawang, mulai dari pesisir Pedes hingga Cilamaya di Jawa Barat.
Selain itu juga di sekitar Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Karena pada saat itu Cirebon banyak didatangi orang dari berbagai negara/etnis
, seperti Arab dan China, yang kemudian mereka tinggal menetap di Cirebon yang pada
akhirnya juga ikut mempengaruhi kebudayaan masyarakat Cirebon. Bahasa yang dituturkan oleh orang Cirebon adalah
gabungan dari bahasa Jawa, Sunda, Arab, dan Mandarin, yang mereka sebut sebagai
bahasa Cirebon.
Mereka juga memiliki dialek Sunda tersendiri yang disebut bahasa Sunda Cirebon.
Pada mulanya keberadaan etnis atau orang Cirebon
selalu dikaitkan dengan keberadaan Suku Sunda
dan Jawa, namun kemudian eksistensinya mengarah kepada pembentukan budaya
tersendiri.
Dengan latar belakang
historis yang cukup kuat, mestinya bukan hal yang sulit untuk dapat berdirinya
provinsi Cirebon. Provinsi Cirebon dengan berbagai macam ragam etnis dan
budayanya bisa menjadi provinsi yang memiliki banyak keunggulan dibanding
provinsi-provinsi lain di Indonesia. Wilayah-wilayah yang termasuk wilayah
Cirebon saat ini ,yaitu ; Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan (
Ciayumajakuning ) memiliki potensi yang sangat bagus dengan ciri kekuatan
masing-masing; kabupaten Cirebon dengan kawasan industri dan pertaniannya;
kabupaten Majalengka dengan kawasan industri, pertanian dan wisata alamnya;
kabupaten Kuningan dengan sumber air bersih, pertanian dan wisata alamnya;
kabupaten Indramayu dengan kawasan pertanian dan industri minyaknya; dan kota
Cirebon dengan perdagangan dan jasanya. Ini tentu saja dapat menjadi modal yang
sangat besar bagi terbentuknya provinsi Cirebon kedepan. Kalau semua potensi
tadi dapat dikelola dan kembangkan dengan baik, tentu saja akan mendatangkan
kesejahteraan bagi penduduk Ciayumajakuning yang saat ini kalau digabungkan
tidak sampai berjumlah 7 juta jiwa.
Secara geografis wilayah
Cirebon memiliki posisi yang sangat strategis di pesisir utara pulau Jawa.
Hampir semua moda transportasi darat yang bergerak dari timur pulau Jawa ke
barat pulau Jawa ataupun sebaliknya semua melewati wilayah Cirebon. Posisi ini
jelas menjadi unggulan bagi wilayah Cirebon dibanding wilayah-wilayah lain di
pulau Jawa. Bahkan untuk wilayah Jawa Barat, wilayah Cirebon paling unggul
dibanding wilayah-wilayah lain bahkan dengan ibukota provinsi Jawa barat, Bandung
sekalipun. Begitu juga aksesibilitas ke ibu kota negara Jakarta, dari wilayah
Cirebon dapat dijangkau dengan sangat mudah dan cepat. Tersedianya infrastruktur transportasi darat
yang sangat layak seperti jalur kereta api atau jalan bebas hambatan ( Jalan Tol
), sangat membantu pergerakan warga masyarakat di wilayah Cirebon untuk
mengurusi segala kepentingannya. Kemudahan akses ini jelas sangat menguntungkan
bagi wilayah Cirebon dan sekitarnya, bisa
diprediksi provinsi Cirebon pada
masa yang akan datang dapat menjadi yang terdepan/terdekat dengan ibukota
negara Jakarta, dibanding dengan provinsi Jawa Barat ataupun provinsi Banten.
Saat ini pun mobilitas pergerakan warga masyarakat Cirebon ke Jakarta lebih
besar dibanding pergerakan warga masyarakat Cirebon ke Bandung.
Didalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) tahun 2008 telah ditetapkan bahwa kawasan metropolitan
Cirebon, kawasan metropolitan Bandung Raya dan kawasan metropolitan Jabodetabek
adalah sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Ini bisa diartikan bahwa secara
analisis spasial ketiga wilayah memiliki potensi dan kemampuan untuk berkembang
sebagai kawasan metropolitan kedepan. Demikian halnya dengan kawasan
metropolitan Cirebon dengan potensi dan kemampuan wilayah yang ada sangat
dimungkinkan berkembang sebagai provinsi Cirebon. Dengan didukung berbagai
infrastruktur pembangunan yang ada, seperti ; Bandara Internasional Kertajati,
Pelabuhan Cirebon/ Pelabuhan Indramayu, Jalan Tol, dan lain sebagainya, dapat
menjadi modal yang cukup lengkap dan kuat untuk berdirinya provinsi Cirebon.
Provinsi Cirebon sebagai
ekspektasi dari warga masyarakat wilayah Cirebon harus memiliki tujuan atau
orientasi pada kesejahteraan warga masyarakatnya. Kesejahteraan meliputi
seluruh bidang kehidupan manusia. Mulai dari ekonomi, sosial, budaya, iptek,
hankamnas, dan lain sebagainya. Bidang-bidang kehidupan tersebut meliputi
jumlah dan jangkauan pelayanannya. Pemerintah memiliki kewajiban utama dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan warganya. Ada beberapa indikator utama
kesejahteraan, diantaranya adalah. Pertama,
Jumlah dan pemerataan pendapatan. Hal ini berhubungan dengan masalah ekonomi.
Pendapatan berhubungan dengan lapangan kerja, kondisi usaha, dan faktor ekonomi
lainnya. Penyediaan lapangan kerja mutlak dilakukan oleh semua pihak agar
masyarakat memiliki pendapatan tetap untuk memenuhi kebutuhan hidupnyan. Tanpa
itu semua, mustahil manusia dapat mencapai kesejahteraan. Tanda-tanda masih
belum sejahteranya suatu kehidupan masyarakat adalah jumlah dan sebaran
pendapatan yang mereka terima. Kesempatan kerja dan kesempatan berusaha
diperlukan agar masyarakat mampu memutar roda perekonomian yang pada akhirnya
mampu meningkatkan jumlah pendapatan yang mereka terima. Dengan pendapatan yang
mereka terima, masyarakat dapat melakukan transaksi ekonomi. Saat ini rata-rata
Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) di wilayah Cirebon berkisar diangka 2 juta
rupiah, tentu ini menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi pemerintah agar dapat menaikan UMK kedepan
paling tidak sama atau setara dengan UMK diwilayah Jabodetabek saat ini sekitar
4 juta rupiah. Kedua, pendidikan yang
semakin mudah untuk dijangkau. Mudah disini dalam arti jarak dan nilai yang
harus dibayarkan oleh masyarakat. Pendidikan yang mudah dan murah merupakan
impian semua orang. Dengan pendidikan yang murah dan mudah itu, semua orang
dapat dengan mudah mengakses pendidikan setinggi-tingginya. Dengan pendidikan
yang tinggi itu, kualitas sumberdaya manusianya semakin meningkat. Dengan
demikian kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak semakin terbuka.
Berkat kualitas sumberdaya manusia yang tinggi ini, lapangan kerja yang dibuka
tidak lagi berbasis kekuatan otot, tetapi lebih banyak menggunakan kekuatan
otak. Fasilitas pendidikan dibangun dengan jumlah yang banyak dan merata,
disertai dengan peningkatan kualitas, serta biaya yang murah. Kesempatan untuk
memperoleh pendidikan tidak hanya terbuka bagi mereka yang memiliki kekuatan
ekonomi, atau mereka yang tergolong cerdas saja. Tapi, semua orang diharuskan
untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Sementara itu, sekolah juga
mampu memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didiknya. Pendidikan disini, baik yang bersifat formal maupun non formal. Kedua
jalur pendidikan ini memiliki kesempatan dan perlakuan yang sama dari
pemerintah dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat. Angka melek
huruf menjadi semakin tinggi, karena masyarakatnya mampu menjangkau pendidikan
dengan biaya murah. Kesejahteraan warga dapat dilihat dari kemampuan mereka
untuk mengakses pendidikan, serta mampu menggunakan pendidikan itu untuk meraih
kebutuhan hidupnya. Ketiga, kualitas
kesehatan yang semakin meningkat dan merata. Kesehatan merupakan faktor untuk
mendapatkan pendapatan dan pendidikan. Karena itu, faktor kesehatan ini harus
ditempatkan sebagai hal yang utama dilakukan oleh pemerintah. Masyarakat yang
sakit akan sulit memperjuangkan kesejahteraan dirinya. Jumlah dan jenis pelayanan
kesehatan harus sangat banyak. Masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan
tidak dibatasi oleh jarak dan waktu. Setiap saat mereka dapat mengakses layanan
kesehatan yang murah dan berkualitas. Lagi-lagi, ini merupakan kewajiban
pemerintah yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Apabila masih banyak keluhan
masyarakat tentang layanan kesehatan, maka itu pertanda bahwa pemerintah masih belum mampu mencapai taraf
kesejahteraan yang diinginkan oleh warga masyarakatnya. Jadi siapapun yang
menjadi pemimpin di provinsi Cirebon kedepan harus betul-betul mampu bukan saja
memahami tetapi melaksanakan pencapaian tujuan didirikannya provinsi Cirebon.
Bukan hal yang mudah tetapi bukan hal yang tidak mungkin.
Menurut Gabrielle
Ferrazzi, Pemekaran Wilayah dapat dilihat sebagai bagian dari proses penataan
daerah atau teritorial reform atau administrative reform yaitu; management of the size, shape and hierarchy
of local goverment units fot the purpose of achieving political and
administravite goals. Penataan daerah umumnya mencakup pemekaran,
penggabungan, dan penghapusan daerah. Ferrazzi berpendapat bahwa grand strategi
otonomi daerah yang optimal tidak berhenti pada menentukan beberapa jumlah
daerah otonom yang ideal di suatu negara, namun lebih dari itu, harus mampu menjawab
pertanyaan apa sebenarnya hakikat otonomi daerah di negara bersangkutan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah mengisyaratkan
perlunya daerah baru yang dimaksud untuk meningkatkan pelayanan, kepada
masnyarakat guna mewujudkan kesejahteraan masnyarakat.
Menurut Peraturan
Pemerintah No 78 Tahun 2007, Pemekaran daerah/ wilayah adalah pemecahan suatu
pemerintah baik propinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa / Kelurahan menjadi
dua daerah atau lebih. Menurut Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, tentang
persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan dan pengabungan
daerah, pada pasal 2 menyebutkan pemekaran daerah/wilayah bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui : Percepatan pelayanan kepada
masyarakat; Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi; Percepatan pertumbuhan
pembangunan ekonomi daerah; Percepatan pengelolaan potensi daerah; Peningkatan
keamanan dan ketertiban; dan Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah. Untuk mencapai tujuan itu semua perlu adanya peningkatkan kualitas
sumber daya aparatur disegala bidang, karena peran sumber daya manusia
diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat serta mendukung dalam pengembangan wilayah didaerah.
Strategi pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan secara konsisten dan
berkesinambungan melalui proses akumulasi dan utilisasi modal manusia telah
terbukti memiliki peran strategis bagi upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat luas.
Membentuk sebuah pemerintahan yang baru seperti provinsi
Cirebon bukan hal yang mudah, membutuhkan dukungan dana dan suberdaya manusia
yang besar. Meski harapan masyarakat adalah dengan adanya pemekaran akan
mendekatkan pelayanan pemerintah dan pembangunan berjalan dengan cepat. Namun
ada kemungkinan yang terjadi malah sebaliknya. Dengan dana pembangunan
fasilitas perkantoran pemerintahan yang baru serta sarana lainnya, ditambah
lagi biaya aparatur yang semakin bertambah jumlahnya, malah pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat menjadi terabaikan. Tahun-tahun pertama pemerintah daerah akan sibuk
menata fasilitas pemerintahan, dan belum dapat memperhatikan masyarakat. Namun,
jika kita lihat efek pemekaran dalam jangka panjang, banyak sisi positif
pemekaran daerah. Dengan pembentukan provinsi Cirebon akan memperkecil rentang
kendali suatu daerah/wilayah di Ciayumajakuning, maka akan mempermudah dan
memperdekat pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sekaligus memperkecil biaya
operasional jalannya pemerintahan. Dengan pemerintah daerah yang mengelola
daerahnya secara mandiri dalam wilayah yang tidak terlalu luas dan penduduk
yang tidak terlalu banyak, maka potensi-potensi yang ada di daerah dapat
dikelola secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat daerah tersebut.
Tentu saja akan banyak tantangan dan pro kontra terhadap
pembentukan provinsi Cirebon , tetapi dengan melihat latar belakang sejarah,
potensi kewilayahan yang dimiliki, posisi yang sangat strategis secara
geografis dan juga aksesibilitas yang mudah ke berbagai wilayah, tentu ini akan
menjadi ekspektasi yang sangat besar bagi warga masyarakat di wilayah
Ciayumajakuning, karena tidak dapat dipungkiri bahwa ini merupakan salah satu
cara yang masih dipercaya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
wilayah Ciayumajakuning dan sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar