Pemanfaatan ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan
pembangunan yang memanfaatkan ruang menurut jangka waktu yang ditetapkan di
dalam rencana tata ruang. Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap
melalui penyiapan program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang berkaitan
dengan pemanfaatan ruang yang akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat,
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama, sesuai dengan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan. Dalam hal ini kegiatan pemanfaatan ruang seharusnya
disesuaikan dengan produk rencana tata ruang yang telah disusun, namun pada
kenyataannya masih banyak terjadi permasalahan-permasalahan pemanfaatan ruang.
Permasalahan tersebut dapat terjadi akibat dua faktor, yaitu pembuatan rencana
tata ruang yang tidak memperhatikan aspek perkembangan kota dan terjadinya
perkembangan kota yang terlalu cepat, sehingga rencana tata ruang yang telah
tersusun menjadi tidak sesuai lagi. Untuk mengetahui lebih detail maka
permasalahan pemanfaatan ruang yang terjadi di kawasan perkotaan dilihat
berdasarkan 4 (empat) aspek yaitu aspek tata ruang, aspek transportasi, aspek
perumahan, dan aspek industri.
I.
ASPEK TATA RUANG
Perkembangan kawasan perkotaan serta daerah-daerah di sekitarnya
dicirikan dengan adanya ketidakseimbangan perkembangan antar kawasan serta
tidak meratanya pusat-pusat pelayanan untuk masyarakat. Fenomena yang juga
mewarnai perkembangan kota-kota besar lain tercermin di dalam struktur
keruangan dan pola sebaran guna lahan di kawasan perkotaan. Guna lahan campuran
(mixed-use) dijumpai di mana-mana, tidak hanya di pusat-pusat komersial dengan
nilai lahan tinggi, tetapi juga di kawasan pinggiran yang relatif masih belum intensif tingkat
perkembangannya. Pola keruangan yang demikian tidak hanya terjadi pada kawasan
permukiman formal skal abesar, tetapi juga terjadi pada kawasan yang berkembang
secara tradisional (kampung).
Pola perkembangan seperti
itu justru terjadi pada saat ketika hampir setiap kota telah mempunyai
instrumen pengendali perkembangan kota dalam bentuk rencana tata ruang kota.
Pertanyaan umum yang sering muncul adalah bagaimana sebenarnya peran rencana
kota di dalam proses pembangunan. Rencana kota terlihat tidak saja tidak
efektif, tetapi justru cenderung tidak berperan apa-apa di dalam mengarahkan
pembangunan perkotaan yang sangat pesat.
Tiga permasalahan besar yang
dihadapi oleh kawasan perkotaan adalah : (1) adanya kecenderungan pemusatan
kegiatan (over-concentration) pada kawasan-kawasan tertentu; (2) perkembangan
penggunaan lahan yang bercampur (mized-use); dan (3) terjadinya alih fungsi
lahan (land conversion) dari ruang terbuka, lahan konservasi, atau ruang
terbuka hijau menjadi kawasan terbangun intensif (permukiman, industri,
perkantoran, prasarana). Sedangkan permasalahan besar yang dihadapi oleh
kawasan sub urban adalah : (1) terjadinya pengalihan fungsi kawasan resapan air
menjadi kawasan terbangun; (2) terjadinya pembangunan fisik kawasan secara
terpencar (urban sprawl); dan (3) banyaknya lahan tidur di wilayah sub urban
dan wilayah transisi.
II.
ASPEK TRANSPORTASI
Permasalahan lalu lintas di
kota metropolitan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya populasi dan
kebutuhan untuk melakukan perjalanan dengan angkutan jalan raya. Beberapa
kendala yang dihadapi dalam mengatasi permasalahan lalu lintas saling berkaitan
satu sama lain, sehingga upaya penyelesaiannya pun akan sulit bila tidak
dilakukan secara serentakoleh seluruh lapisan masyarakat, khususnya pengguna
jalan maupun pemerintah. Kendala yang dihadapi dalam permasalahan lalu lintas
dapat berasal dari komponen-komponen dalam sistem transportasi jalan raya,
antara lain kendaraan, energi penggerak, lintasan/jalur jalan, sistem
pengawasan operasional dan terminal.
Kemacetan arus lalu lintas
yang terjadi di jalan dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain :
Kondisi fisik jalan, seperti kerusan
struktur atau kondisi geometri yang kurang memadai, diantaranyalebar dan jumlah
jalur yang tidak memadai, persimpangan jalan yang kurang terkontrol dengan
baik;
Disiplin pengguna jalan yang relatif
rendah;
Pelayanan ruas jalan yang tidak sesuai
dengan fungsi dan peranannya;
Lingkungan sepanjang jalan yang kurang
mendukung;
Lemahnya penegakan hukum (law
enforcement);
Kondisi lalu lintas, diantaranya
peningkatan jumlah kendaraan yang persentasenya dari tahun ke tahun cenderung
meningkat tajam.
Permasalahan aspek
transportasi yang dihadapi oleh kawasan perkotaan adalah : (1) kemacetan lalu
lintas yang terjadi di pusat-pusat aktivitas; (2) berkembangnya kegiatan on
street parking. Sedangkan permasalahan transportasi yang terjadi di kawasan
suburban adalah : (1) terjadinya kemacetan di daerah kawasan industri; (2)
kemacetan lalu lintas pada daerah perbatasan kawasan urban dan sub urban; serta
(3) berkembangnya angkutan umum plat hitam.
III.
ASPEK PERUMAHAN
Aspek perumahan merupakan
aspek yang penting dalam kegiatan dan aktivitas perkotaan. Hal ini disebabkan
perumahan merupakan pemakai lahan terbesar dari lahan terbangun perkotaan,
sekitar 40 % dari lahan terbangun dalam Rencana Tata Ruang (RTR), sedangkan penggunaan
lainnya adalah untuk open sapce dan industri. Dari kondisi di atas, terlihat
bahwa aspek perumahan berpotensi menimbulkan permasalahan dalam pemanfaatan
lahan perkotaan.
Pertambahan penduduk
perkotaan dan sub urban serta perkembangan aktivitas perkotaan membutuhkan
supply perumahan yang tidak sedikit, namun saat ini supply untuk perumahan
murah masih belum mencukupi. Kondisi seperti inilah yang memunculkan
permasalahan permukiman, ketidakseimbangan antara permintaan dan penyediaan
rumah murah. Selain itu, penurunan kualitas lingkungan, tidak meratanya
distribusi perumahan, dan tidak tercukupinya fasilitas perumahan akan berujung
pada permasalahan permukiman kumuh. Selain itu, akibat tidak adanya supply
lahan dan perumahan murah di perkotaan, mengakibatkan munculnya
permukiman-permukiman liar.
Dilihat dari kondisi
tersebut, permasalahan pengendalian untuk sektor permukiman termasuk
permasalahan yang cukup berat, dimana tuntutan kebutuhan rumah murah selalu
naik, sedangkan penyediaan selalu kurang. Selama permasalahan tersebut belum
terselesaikan masalah permukiman masih akan selalu ada.
Secara garis besar
permasalahan permukiman perkotaan antara lain : (1) percampuran fungsi
bangunan/kawasan; (2) alih fungsi bangunan; (3) permukiman liar; dan (4) permukiman
kumuh. Sedangkan permasalahan permukiman yang terjadi di wilayah sub urban
adalah (5) pembangunan perumahan di kawasan rawan bencana.
IV.
ASPEK INDUSTRI
Aktivitas industri perkotaan
seringkali diidentikkan dengan modal besar (capital intensive), utilisasi
teknologi tinggi, penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar, produk kompetitif
bernilai tambah tinggi dan sumber pencemar lingkungan terbesar disamping
kendaraan bermotor. Sudut pandang demikian bahkan juga masih dianut di sejumlah
negara industri maju yang masih enggan menandatangani Protokol Tokyo tentang
pembatasan emisi gas buang yang didominasi aktivitas industri. Namun pandangan
demikian tidak sepenuhnya benar untuk mengungkapkan fenomena industrialisasi
perkotaan di negara berkembang seperti Indonesia. Jika di negara maju
pengaturan peruntukan lahan industri sudah sangat jelas dan bahkan industri di
perkotaan sudah berorientasi pada industri bersih (clean industry), maka di
Indonesia masih dapat ditemui aktivitas-aktivitas industri di tengah-tengah
permukiman perkotaan. Sementara industri polutif belum sepenuhnya direlokasi ke
kawasan pinggiran kota, di tengah-tengah permukiman justru masih banyak dan
makin bertambah banyak lagi ditemui aktivitas industri berskala kecil hingga
besar. Fenomena campuran dan belum tersegmentasinya peruntukan secara tegas
seperti ini merupakan sumber permasalahan timbulnya dampak-dampak industri di
perkotaan maupun di sub urban.
Perwujudan dampak-dampak
aktivitas industri tersebut secara umum terukur dari perubahan kondisi fisik
lingkungan. Secara riil dampak tersebut semestinya juga bisa diukur menurut
kriteria ekonomis dan sosial budaya. Dalam konteks pemanfaatan ruang perkotaan
dan sub urban, secara ringkas terdapat dua permasalahan menonjol yang dapat
ditemui : (1) pencemaran lingkungan dan penurunan cadangan air tanah; dan (2)
penurunan kualitas fisik dan tingkat pelayanan jalan.
V.
RUMUSAN PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian analisis
permasalahan tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan pemanfaatan ruang
yang terjadi di kawasan perkotaan dan sub urban.
1.
Aspek Tata Ruang
Perkembangan
kawasan perkotaan dicirikan dengan adanya ketidakseimbangan perkembangan antar
kawasan dan tidak meratanya pusat-pusat pelayanan untuk masyarakat, sehingga
muncul permasalahan sebagai berikut :
a)
Kecenderungan pemusatan kegiatan (over concentration) pada
kawasan-kawasan tertentu;
b)
Perkembangan penggunaan lahan yang bercampur (mixed use);
c)
Terjadinya alih fungsi lahan (land conversion) dari ruang terbuka, lahan
konservasi, atau ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun intensif
(permukiman, industri, perkantoran, prasarana).
d)
Terjadinya pembangunan fisik secara terpencar (urban sprawl) di wilayah
sub urban;
e)
Banyaknya lahan tidur di wilayah sub urban dan wilayah transisi.
2.
Aspek Transportasi
Permasalahan
aspek transportasi yang terjadi di kawasan perkotaan dan sub urban adalah :
a)
Kemacetan lalu lintas yang terjadi di pusat-pusat aktivitas, di kawasan
industri, dan daerah perbatasan kawasan urban dan sub urban;
b)
Berkembangnya kegiatan on street parking;
c)
Berkembangnya angkutan umum plat hitam.
3.
Aspek Industri
Permasalahan
aspek industri yang terjadi di kawasan perkotaan dan sub urban adalah :
a)
Pencemaran lingkungan dan penurunan cadangan air tanah;
b) Penurunan
kualitas fisik dan tingkat pelayanan jalan
4.
Aspek Perumahan
Aspek
perumahan merupakan aspek yang penting dalam kegiatan perkotaan karena
perumahan merupakan pemakai lahan terbesar dari lahan terbangun perkotaan.
Permasalahan aspek perumahan di kawasan perkotaan dan sub urban sebagai berikut
:
a)
Percampuran fungsi kawasan/bangunan antara kawasan permukiman dengan kawasan
non permukiman;
b)
Penurunan kualitas estetika lingkungan akibat alih fungsi bangunan;
c)
Munculnya permukiman kumuh dan permukiman liar;
d)
Pembangunan kawasan permukiman di daerah rawan bencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar