Senin, 04 Desember 2023

 

KAMPUNG ARAB PANJUNAN

Oleh.Yoyon Indrayana

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan budaya yang berlimpah, keberadaan ratusan suku bangsa yang hingga saat ini masih menjadi keyakinannya masing-masing,

belum lagi sumber alam yang melimpah yang sering menjadi sasaran pelayaran dan perdagangan dunia, hal ini menyebabkan banyak pula bangsa luar yang masuk ke Indonesia dan berinteraksi dengan bangsa Indonesia.

Misalnya keturunan Arab, India, Cina, banyak pula dari mereka yang akhirnya berpindah kewarganegaraan dan menetap di Indonesia menjadi WNI (Warga Negara Indonesia) yang sekarang memiliki banyak keturunan di Indonesia.

Bahkan hingga memiliki perkampungan dari kelompok etnis itu sendiri. Orang-orang Arab di Indonesia merupakan golongan minoritas, karena mereka hanya tinggal dan bersosial sesama kelompok etnis yang sama yakni orang Arab atau keturunan Arab itu sendiri, banyak sekali perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia misalnya di Kepojan (Jakarta), Panjunan (Cirebon), Pasar Kliwon (Surakarta), Kauman (Yogyakarta), Ampel (Surabaya) dan lain sebagainya.

Orang Arab yang berada di Indonesia saat ini kebanyakan di lahirkan di Indonesia dan bergaul secara luas dengan penduduk Indonesia yaitu pribumi (outgroup). Kedatangan orang Arab pada dasarnya sama dengan tujuan datangnya orang Eropa yaitu melakukan perdagangan ada pula yang menjadikan dirinya sebagai seorang da’i atau menyebarkan agama Islam masuk ke Indonesia.

 

Cirebon merupakan daerah pesisir, yang memiliki ciri khas dari masyarakat pesisir adalah masyarakat yang beraneka ragam, karena biasanya masyarakat di kota pesisir adalah orang pendatang yang melakukan kegiatan berdagang.

Sekitar abad ke-15 ada seseorang yang bernama Syarif Abdurrakhman atau sering disebut Pangeran Panjunan, yang datang bersama ketiga adiknya yang diutus oleh ayahnya Sultan Bagdad untuk berdagang ke Pulau Jawa.

Selain berdagang, beliau belajar ilmu agama kepada Syekh Nurjati dan Pangeran Cakrabuana dan diizinkan untuk tinggal di di kawasan tersebut. Lama kelamaan semakin banyak masyarakat Arab yang berdatangan berbaur dengan masyarakat pribumi dan kawasan di sekitarnya ada Pecinaan, khusus untuk warga keturunan Tionghoa.

Setelah disambut dan diterima dengan baik, Pangeran Cakrabuana mengizinkan Syarif Abdurakhman untuk membangun permukiman di kawasan yang sekarang dinamai Kelurahan Panjunan. Banyak warga Arab yang datang ke Cirebon lalu menetap. Karena itu, wilayah Panjunan menjadi kawasan warga keturunan Arab.

Masjid Merah Panjunan adalah saksi syiar Islam Syekh Syarif Abudurakhman, Selain ahli agama, Syekh Syarif Abdurakman juga terkenal piawai dalam berdagang anjun, yaitu gerabah dari tanah liat. Keahliannya membuat anjun dikembangkan kepada penduduk sekitar.

Wilayah tempat pengrajin gerabah ini kemudian dikenal dengan nama Panjunan. Sebagai informasi, nama panjunan sendiri memiliki diambil dari kata anjun yang berarti kerajinan. Karena di kawasan tersebut menjadi tempat pembuatan kerajinan dari tanah liat.

Masjid Merah Panjunan berukuran kecil namun indah. Arsitekturnya anggun dan khas. Walaupun mengalami beberapa perombakan, namun bangunan asli masjid masih terjaga. Akulturasi kebudayaan bernuansa Jawa pada struktur bangunan, tampak serasi dengan ukiran ornamen Hindu-Buddha.

Keindahan keramik Cina dan Eropa pada mihrab, tidak mengurangi kemulyaan Masjid Merah Panjunan sebagai tempat ibadah. Justru menunjukkan keluwesan ajaran Islam yang menerima perbedaan budaya.

Saat memasuki gerbang masjid, kita akan disambut gerbang masjid yang menyerupai candi atau pura di Bali. Sekeliling masjid berpagar tembok bata merah. Beberapa ornamen bunga matahari menghiasi tembok merah itu. ornamen memolo yang bentuknya menyerupai mahkota raja-raja Jawa menjadi cungkup penghias atap masjid.

Ada 17 pilar kayu jati menyangga masjid, yang mengandung filosofis 17 raakaat sholat wajib ditunaikan umat muslim dalam sehari. Selain itu, terdapat satu inskripsi beraksara Arab menghiasi salah satu palang kayu.

Dahulu terdapat satu menara di samping masjid. Namun saat dilakukan renovasi, menara itu dihilangkan. Di sisi kiri masjid terdapat bentuk makam yang dinyakini sebagai patilasan. 

 

Sementara di sisi kanan terdapat tempat wudhu dengan air yang tak berhenti mengalir dari sumur tua yang sudah ada sejak berdirinya masjid ini.

 

Beberapa pintu berukuran kecil terdapat di masjid ini. Untuk masuk pintu tersebut kita harus menunduk. Mengandung makna bahwa siapapun kita, apapun posisi kita di dunia kita ini adalah mahluk kecil, yang tetap harus tunduk dihadapan Allah.

Sementara itu, di dalam Masjid terdapat mihrab (pengimaman) berupa tembok putih. Ceruk pengimaman berukir menyerupai bunga dengan cungkup di atasnya. Hiasan keramik Cina dan beberapa keramik nuansa Eropa menambah keindahan dinding mihrab bernuansa putih.

 

Kampung Panjunan merupakan awal mula etnis Arab datang dan beraktivitas di wilayah pesisir utara atau pantura Jawa Barat dengan adanya peninggalan Masjid Merah Panjunan memperkuat eksistensi etnis Arab di Cirebon.

Keturunan Arab di Panjunan, Kota Cirebon mayoritas berasal dari Hadramaut Yaman. Para imigran asal Hadramaut yang datang ke kepulauan Indonesia mayoritas tidak membawa pasangan hidup. Akibatnya semua keturunan etnis Arab yang lahir di kepulauan ini memiliki darah pribumi (outgroup).

Kebanyakan orang-orang Arab Hadramaut sudah berasimilasi penuh dengan penduduk pribumi sehingga mereka cenderung untuk memilih pasangan hidup dan menetap dari kalangan outgroup.

Keturunan Arab Hadramaut di Indonesia, terutama masyarakat keturunan Arab yang berada di Panjunan Kota Cirebon seperti negara asalnya Yaman, terdiri 2 kelompok besar yaitu kelompok Alawiyih (Sayyid) keturunan Rasulullah SAW dan kelompok Qabilah, yaitu kelompok Masyaikh (Syaikh).

Di Indonesia, terkadang ada yang membedakan antara kelompok Sayyid yang umumnya pengikut organisasi Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syaikh (Masyaikh) yang biasa pula disebut "Irsyadin" atau pengikut organisasi Al-Irsyad.

Keluarga Arab yang memutuskan menjadi WNI di kota Cirebon hanya bisa tinggal di kampung Arab Panjunan yang telah disediakan sejak zaman dulu karena pendatang di pulau Jawa tidak boleh membaur dengan outgroup, oleh karena itu mereka di sediakan wilayah khusus keturunan Arab yang tidak di jadikan satu dengan outgroup, Yakni di Panjunan.

Namun setelah berjalannya waktu kampung Arab di Cirebon memiliki empat tempat atau wilayah yaitu di jalan Panjunan, jalan Kesenden, jalan Suratno dan jalan Kartini, karena banyaknya keluarga Arab yang sudah memiliki keturunan-keturunan yang mengakibatkan Cirebon memiliki empat kampung Arab, namun tetap yang mengawali terlahirnya atau adanya kampung Arab di Cirebon yaitu di Panjunan.

Masyarakat keturunan Arab di Cirebon pastinya memiliki ciri khas untuk berkomunikasi dengan sesama keturunan Arab dan berkomunikasi dengan outgroup, biasanya jika mereka berkomunikasi dengan sesama keturunan Arab menggunakan Bahasa campuran yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab itu sendiri, biasanya mereka menyebutnya dengan Bahasa Arab kuno, yakni Bahasa Arab yang mereka katakan bukan merupakan definisi yang sama, hal ini sudah menjadi tradisi para keluarga Arab karena di yakini jika mereka menggunakan  Bahasa Arab di lingkungan outgroup mereka merasa aman karena yang mengerti tentang apa yang sedang di bicarakan hanya sekelompok orang Arab saja biasanya hal tersebut di lakukan pada topik pembicaraan tertentu saja.

Keturunan Arab ini yang tinggal di pemukiman sekelompok orang Arab pastinya memiliki peraturan yang ada di dalam kampung Arab tersebut, dan sudah ada sejak dulu hingga turun menurun sampai sekarang yang harus tetap di jaga dan di patuhi.

Biasanya peraturan tersebut sudah di beritahu oleh orangtua mereka sejak dini agar dewasa kelak mereka tidak terkejut tentang apa yang sudah ada dari zaman kakek neneknya hingga sekarang.

Misalnya aturan tentang keturunan etnis Arab tidak di bolehkan untuk menikah dengan yang bukan keturunan Arab, tradisi ini masih sangat kental hingga sekarang, namun tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa dari mereka yang tetap memilih menikah dengan asli outgroup, bagi lakilaki berhak menikah dengan wanita yang berbeda etnis, namun berbeda dengan wanita yang harus tetap menikah dengan etnis Arab karena untuk melanjutkan keturunannya agar nasab keluarganya tidak terputus.

Bagi mereka yang memiliki identitas sebagai etnis Arab didalam lingkungan mayoritas pribumi, tidak dapat dipungkiri apabila mereka tidak mampu keluar dari golongan minoritas karena mereka berpendapat bahwa yang mereka miliki sudah menjadi budaya dan akan terus di pertahankan hingga kapanpun.

Para pemuda etnis Arab tidak memiliki batasan untuk bersosialisasi dengan penduduk outgroup, karena mereka beranggapan bahwa mereka lahir dan di besarkan juga di wilayah yang sama, namun yang membedakan hanyalah garis keturunan mereka.

Etnis Arab tidak pernah mendapatkan diskriminasi jika berada pada lingkungan outgroup. Karena mereka sejak dulu di sekolah yang berbaur dengan penduduk asli pribumi, walaupun di Yayasan dengan standar agama Islam yang tinggi namun mayoritas yang sekolah disana yaitu outgroup, hal ini yang menyebabkan mereka tidak terasingkan jika sedang diluar minoritas tersebut.

Namun, tetap saja para etnis Arab lebih nyaman jika berada dilingkungannya sendiri karena pergaulan etnis Arab berbeda dengan pergaulan para remaja outgroup. Menurutnya, kelompok etnis Arab akan merasa lebih nyaman untuk berinteraksi khususnya dalam hal bercanda, dengan sesama etnis Arab. Karena dengan kesamaan nilai budaya yang mereka bawa membuat interaksi akan lebih nyaman untuk dilakukan.

Warga Negara Indonesia tergolong masyarakat yang multilingual dan memiliki aneka ragam kebudayaan di dalamnya. Sejak zaman dahulu, bahwa wilayah Indonesia dijadikan sebagai wilayah strategis untuk perdagangan di Asia Tenggara, banyak warga asing dari Melayu, Tionghoa, bahkan Arab pernah singgah.

Sebagai contoh, wilayah Cirebon yang berada di Provinsi Jawa Barat mempunyai pelabuhan besar sehingga didatangi oleh para saudagar karena dijadikan pintu gerbang sebalah Timur di Jawa Barat. Daerah ini bernama Panjunan, yang terletak di Kelurahan Lemahwungkuk, Kota Cirebon yang sering disebut sebagai perkampungan bangsa Arab.

Perkampungan Arab di Kota Cirebon Jawa Barat ini merupakan mayoritas orang Arab dan membuka toko untuk berdagang yang menjual sebatas perlengkapan islami, perlengkapan haji, menjual minyak wangi dan membuka usaha toko buku.

Masyarakat Arab pun kini telah membaur bersama warga lainnya, seperti masyarakat Sunda, Jawa, dan Tionghoa. Meskipun kawasan tersebut masyarakat keturunan arab telah berbaur dengan masyarakat lainya . Namun masyarakat Cirebon tetap menamai kawasan tersebut dengan sebutan Kampung Arab. Bersanding dengan kawasan di dekatnya yang sering disebut pecinan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar