KAMPUNG ARAB PANJUNAN
Oleh.Yoyon Indrayana
Indonesia merupakan
salah satu negara yang memiliki kekayaan budaya yang berlimpah, keberadaan
ratusan suku bangsa yang hingga saat ini masih menjadi keyakinannya masing-masing,
belum lagi sumber alam
yang melimpah yang sering menjadi sasaran pelayaran dan perdagangan dunia, hal
ini menyebabkan banyak pula bangsa luar yang masuk ke Indonesia dan
berinteraksi dengan bangsa Indonesia.
Misalnya keturunan
Arab, India, Cina, banyak pula dari mereka yang akhirnya berpindah
kewarganegaraan dan menetap di Indonesia menjadi WNI (Warga Negara Indonesia)
yang sekarang memiliki banyak keturunan di Indonesia.
Bahkan hingga memiliki
perkampungan dari kelompok etnis itu sendiri. Orang-orang Arab di Indonesia
merupakan golongan minoritas, karena mereka hanya tinggal dan bersosial sesama
kelompok etnis yang sama yakni orang Arab atau keturunan Arab itu sendiri,
banyak sekali perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia
misalnya di Kepojan (Jakarta), Panjunan (Cirebon), Pasar Kliwon (Surakarta),
Kauman (Yogyakarta), Ampel (Surabaya) dan lain sebagainya.
Orang Arab yang berada
di Indonesia saat ini kebanyakan di lahirkan di Indonesia dan bergaul secara
luas dengan penduduk Indonesia yaitu pribumi (outgroup). Kedatangan orang Arab
pada dasarnya sama dengan tujuan datangnya orang Eropa yaitu melakukan
perdagangan ada pula yang menjadikan dirinya sebagai seorang da’i atau
menyebarkan agama Islam masuk ke Indonesia.
Cirebon merupakan
daerah pesisir, yang memiliki ciri khas dari masyarakat pesisir adalah
masyarakat yang beraneka ragam, karena biasanya masyarakat di kota pesisir
adalah orang pendatang yang melakukan kegiatan berdagang.
Sekitar abad ke-15 ada
seseorang yang bernama Syarif Abdurrakhman atau sering disebut Pangeran
Panjunan, yang datang bersama ketiga adiknya yang diutus oleh ayahnya Sultan
Bagdad untuk berdagang ke Pulau Jawa.
Selain berdagang,
beliau belajar ilmu agama kepada Syekh Nurjati dan Pangeran Cakrabuana dan
diizinkan untuk tinggal di di kawasan tersebut. Lama kelamaan semakin banyak
masyarakat Arab yang berdatangan berbaur dengan masyarakat pribumi dan kawasan
di sekitarnya ada Pecinaan, khusus untuk warga keturunan Tionghoa.
Setelah
disambut dan diterima dengan baik, Pangeran Cakrabuana mengizinkan Syarif
Abdurakhman untuk membangun permukiman di kawasan yang sekarang dinamai
Kelurahan Panjunan. Banyak warga Arab yang datang ke Cirebon lalu menetap.
Karena itu, wilayah Panjunan menjadi kawasan warga keturunan Arab.
Masjid Merah Panjunan adalah saksi syiar Islam Syekh Syarif
Abudurakhman, Selain ahli agama, Syekh Syarif Abdurakman juga terkenal piawai
dalam berdagang anjun, yaitu gerabah dari tanah liat. Keahliannya membuat anjun dikembangkan
kepada penduduk sekitar.
Wilayah tempat pengrajin gerabah ini kemudian dikenal dengan
nama Panjunan. Sebagai
informasi, nama panjunan sendiri memiliki diambil dari kata anjun yang berarti kerajinan. Karena di
kawasan tersebut menjadi tempat pembuatan kerajinan dari tanah liat.
Masjid Merah Panjunan berukuran kecil
namun indah. Arsitekturnya anggun dan khas. Walaupun mengalami beberapa
perombakan, namun bangunan asli masjid masih terjaga. Akulturasi kebudayaan
bernuansa Jawa pada struktur bangunan, tampak serasi dengan ukiran ornamen
Hindu-Buddha.
Keindahan keramik Cina dan Eropa pada
mihrab, tidak mengurangi kemulyaan Masjid Merah Panjunan sebagai tempat ibadah.
Justru menunjukkan keluwesan ajaran Islam yang menerima perbedaan budaya.
Saat memasuki gerbang masjid, kita akan
disambut gerbang masjid yang menyerupai candi atau pura di Bali. Sekeliling
masjid berpagar tembok bata merah. Beberapa ornamen bunga matahari menghiasi
tembok merah itu. ornamen memolo yang bentuknya menyerupai mahkota raja-raja
Jawa menjadi cungkup penghias atap masjid.
Ada 17 pilar kayu jati menyangga masjid,
yang mengandung filosofis 17 raakaat sholat wajib ditunaikan umat muslim dalam
sehari. Selain itu, terdapat satu inskripsi beraksara Arab menghiasi salah satu
palang kayu.
Dahulu
terdapat satu menara di samping masjid. Namun saat dilakukan renovasi, menara
itu dihilangkan. Di sisi kiri masjid terdapat bentuk makam yang dinyakini
sebagai patilasan.
Sementara
di sisi kanan terdapat tempat wudhu dengan air yang tak berhenti mengalir dari
sumur tua yang sudah ada sejak berdirinya masjid ini.
Beberapa
pintu berukuran kecil terdapat di masjid ini. Untuk masuk pintu tersebut kita
harus menunduk. Mengandung makna bahwa siapapun kita, apapun posisi kita di dunia
kita ini adalah mahluk kecil, yang tetap harus tunduk dihadapan Allah.
Sementara
itu, di dalam Masjid terdapat mihrab (pengimaman)
berupa tembok putih. Ceruk pengimaman berukir menyerupai bunga dengan cungkup
di atasnya. Hiasan keramik Cina dan beberapa keramik nuansa Eropa menambah
keindahan dinding mihrab bernuansa putih.
Kampung Panjunan
merupakan awal mula etnis Arab datang dan beraktivitas di wilayah pesisir utara
atau pantura Jawa Barat dengan adanya peninggalan Masjid Merah Panjunan
memperkuat eksistensi etnis Arab di Cirebon.
Keturunan Arab di
Panjunan, Kota Cirebon mayoritas berasal dari Hadramaut Yaman. Para imigran
asal Hadramaut yang datang ke kepulauan Indonesia mayoritas tidak membawa
pasangan hidup. Akibatnya semua keturunan etnis Arab yang lahir di kepulauan
ini memiliki darah pribumi (outgroup).
Kebanyakan orang-orang
Arab Hadramaut sudah berasimilasi penuh dengan penduduk pribumi sehingga mereka
cenderung untuk memilih pasangan hidup dan menetap dari kalangan outgroup.
Keturunan Arab
Hadramaut di Indonesia, terutama masyarakat keturunan Arab yang berada di
Panjunan Kota Cirebon seperti negara asalnya Yaman, terdiri 2 kelompok besar
yaitu kelompok Alawiyih (Sayyid) keturunan Rasulullah SAW dan kelompok Qabilah, yaitu kelompok Masyaikh (Syaikh).
Di Indonesia, terkadang
ada yang membedakan antara kelompok Sayyid yang umumnya pengikut organisasi
Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syaikh (Masyaikh) yang biasa pula disebut
"Irsyadin" atau pengikut organisasi Al-Irsyad.
Keluarga Arab yang
memutuskan menjadi WNI di kota Cirebon hanya bisa tinggal di kampung Arab
Panjunan yang telah disediakan sejak zaman dulu karena pendatang di pulau Jawa
tidak boleh membaur dengan outgroup, oleh karena itu mereka di sediakan wilayah
khusus keturunan Arab yang tidak di jadikan satu dengan outgroup, Yakni di
Panjunan.
Namun setelah
berjalannya waktu kampung Arab di Cirebon memiliki empat tempat atau wilayah
yaitu di jalan Panjunan, jalan Kesenden, jalan Suratno dan jalan Kartini,
karena banyaknya keluarga Arab yang sudah memiliki keturunan-keturunan yang
mengakibatkan Cirebon memiliki empat kampung Arab, namun tetap yang mengawali
terlahirnya atau adanya kampung Arab di Cirebon yaitu di Panjunan.
Masyarakat keturunan
Arab di Cirebon pastinya memiliki ciri khas untuk berkomunikasi dengan sesama
keturunan Arab dan berkomunikasi dengan outgroup, biasanya jika mereka
berkomunikasi dengan sesama keturunan Arab menggunakan Bahasa campuran yakni
Bahasa Indonesia dan Bahasa Arab itu sendiri, biasanya mereka menyebutnya
dengan Bahasa Arab kuno, yakni Bahasa Arab yang mereka katakan bukan merupakan
definisi yang sama, hal ini sudah menjadi tradisi para keluarga Arab karena di
yakini jika mereka menggunakan Bahasa
Arab di lingkungan outgroup mereka merasa aman karena yang mengerti tentang apa
yang sedang di bicarakan hanya sekelompok orang Arab saja biasanya hal tersebut
di lakukan pada topik pembicaraan tertentu saja.
Keturunan Arab ini yang
tinggal di pemukiman sekelompok orang Arab pastinya memiliki peraturan yang ada
di dalam kampung Arab tersebut, dan sudah ada sejak dulu hingga turun menurun
sampai sekarang yang harus tetap di jaga dan di patuhi.
Biasanya peraturan
tersebut sudah di beritahu oleh orangtua mereka sejak dini agar dewasa kelak
mereka tidak terkejut tentang apa yang sudah ada dari zaman kakek neneknya
hingga sekarang.
Misalnya aturan tentang
keturunan etnis Arab tidak di bolehkan untuk menikah dengan yang bukan
keturunan Arab, tradisi ini masih sangat kental hingga sekarang, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa ada beberapa dari mereka yang tetap memilih menikah
dengan asli outgroup, bagi lakilaki berhak menikah dengan wanita yang berbeda
etnis, namun berbeda dengan wanita yang harus tetap menikah dengan etnis Arab
karena untuk melanjutkan keturunannya agar nasab keluarganya tidak terputus.
Bagi mereka yang
memiliki identitas sebagai etnis Arab didalam lingkungan mayoritas pribumi,
tidak dapat dipungkiri apabila mereka tidak mampu keluar dari golongan
minoritas karena mereka berpendapat bahwa yang mereka miliki sudah menjadi
budaya dan akan terus di pertahankan hingga kapanpun.
Para pemuda etnis Arab
tidak memiliki batasan untuk bersosialisasi dengan penduduk outgroup, karena
mereka beranggapan bahwa mereka lahir dan di besarkan juga di wilayah yang
sama, namun yang membedakan hanyalah garis keturunan mereka.
Etnis Arab tidak pernah
mendapatkan diskriminasi jika berada pada lingkungan outgroup. Karena mereka
sejak dulu di sekolah yang berbaur dengan penduduk asli pribumi, walaupun di
Yayasan dengan standar agama Islam yang tinggi namun mayoritas yang sekolah
disana yaitu outgroup, hal ini yang menyebabkan mereka tidak terasingkan jika
sedang diluar minoritas tersebut.
Namun, tetap saja para
etnis Arab lebih nyaman jika berada dilingkungannya sendiri karena pergaulan
etnis Arab berbeda dengan pergaulan para remaja outgroup. Menurutnya, kelompok
etnis Arab akan merasa lebih nyaman untuk berinteraksi khususnya dalam hal
bercanda, dengan sesama etnis Arab. Karena dengan kesamaan nilai budaya yang
mereka bawa membuat interaksi akan lebih nyaman untuk dilakukan.
Warga Negara Indonesia
tergolong masyarakat yang multilingual dan memiliki aneka ragam kebudayaan di
dalamnya. Sejak zaman dahulu, bahwa wilayah Indonesia dijadikan sebagai wilayah
strategis untuk perdagangan di Asia Tenggara, banyak warga asing dari Melayu,
Tionghoa, bahkan Arab pernah singgah.
Sebagai contoh, wilayah
Cirebon yang berada di Provinsi Jawa Barat mempunyai pelabuhan besar sehingga
didatangi oleh para saudagar karena dijadikan pintu gerbang sebalah Timur di
Jawa Barat. Daerah ini bernama Panjunan, yang terletak di Kelurahan
Lemahwungkuk, Kota Cirebon yang sering disebut sebagai perkampungan bangsa
Arab.
Perkampungan Arab di
Kota Cirebon Jawa Barat ini merupakan mayoritas orang Arab dan membuka toko
untuk berdagang yang menjual sebatas perlengkapan islami, perlengkapan haji,
menjual minyak wangi dan membuka usaha toko buku.
Masyarakat
Arab pun kini telah membaur bersama warga lainnya, seperti masyarakat Sunda,
Jawa, dan Tionghoa. Meskipun kawasan tersebut masyarakat keturunan arab telah
berbaur dengan masyarakat lainya . Namun masyarakat Cirebon tetap menamai
kawasan tersebut dengan sebutan Kampung Arab. Bersanding dengan kawasan di
dekatnya yang sering disebut pecinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar