KEBUYUTAN TRUSMI
Kompleks Kramat Buyut Trusmi didirikan oleh Ki
Buyut Trusmi yang dipercaya sebagai
sesepuh Trusmi sehingga
sangat dihormati oleh masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Ki Buyut Trusmi adalah
putra pertama Prabu Siliwangi. Sebelumnya ia bernama Pangeran Walangsungsang,
atau Pangeran Cakrabuana, pendiri kerajaan Cirebon. Kompleks Kramat Buyut
Trusmi telah ada sebelum pembentukan keraton Kase- puhan dan Kanoman. Dalam
Ayatrohaedi (2005) disebutkan bahwa awal pembentukan Kase- puhan dan Kanoman
pada tahun 1599 Saka (1677). Sedangkan terbentuknya Kompleks Kramat Buyut
Trusmi diawali setelah Ki Buyut Trusmi menyerahkan keraton yang sekarang
menjadi Keraton Kasepuhan ke Sunan Gunung Jati, Ki Buyut kemudian pindah ke
daerah Trusmi pada tahun 1470, dan membangun kompleks Kramat Buyut Trusmi pada
tahun 1481.
Latar belakang kesejarahan
terbentuknya Kabuyutan Trusmi menunjukkan bahwa keberadaan- nya memiliki
kontribusi penting dalam sejarah pembentukan dan perkembangan kota Cirebon.
Saat ini peranan Kabuyutan Trusmi dalam perkembangan kota Cirebon tenggelam
oleh pengembangan kampung Batik Trusmi. Padahal jika dilihat dari aspek
kesejarahan seharusnya Kabuyutan Trusmi mendapatkan perhatian khusus.
Kabuyutan Trusmi merupakan salah satu gambaran
simbol lokalitas masyarakat yang masih bertahan sampai saat ini. Kabuyutan
Trusmi dipimpin oleh 4 Kyai (pimpinan agama) yang masing masing didampingi oleh
4 orang Kuncen. Kyai dan Kuncen mempunyai kewajiban untuk mengorganisasi setiap
kegiatan di Kabu-yutan (terutama Memayu dan penggantian sirap). Setiap tahun
mereka melakukan rapat untuk menentukan waktu, jumlah dan kualitas material
yang dibutuhkan, bagian bangunan yang me- merlukan perbaikan, menyusun anggaran
yang dibutuhkan, mencari dana untuk pembelian material penyelenggaraan
kegiatan. Pasangan Kyai-Kuncen melaksanakan tugas secara ber- gantian setiap 10
hari. Setiap kuncen memiliki
seragam dengan warna
berbeda untuk masing- masing Kyai yang didampingi, yaitu merah, kuning, putih,
dan hijau. Pada saat tidak menjalankan tugas, Kyai atau Kuncen melak- sanakan
aktivitasnya masing-masing antara lain sebagai tukang kayu dan pedagang.
Kompleks Kabuyutan Trusmi secara Arsitektural
merupakan tempat yang khas dengan pengaturan dan landmark visual yang menonjol.
Luas Kompleks kabuyutan Trusmi kurang lebih 3600 m2 yang dikelilingi tembok
setinggi 1,5 meter. Pola spasial Kabuyutan Trusmi disusun oleh beberapa masa
bangunan bangunan dengan struktur kayu, penutup atap sirap (kayu jati) dan
welit (anyaman daun kelapa). Selain itu, terda- pat satu hunian yang
diperuntukkan bagi kyai Kabuyutan (Omah Gedhe) yang terletak di luar tembok
kompleks kabuyutan.
Terdapat perbedaan penggunaan
bahan penutup atap. Welit digunakan pada Pewadonan, Pekuncen, Jinem, Pendhopo,
Dapur. Sedangkan Sirap (kayu jati) digunakan pada Witana, Masjid Kramat,
Penyekarab, Pesujudan, Paseban.
Omah Gedhe merupakan rumah tinggal Kyai
Kabuyutan Trusmi dengan ciri khas adanya Balai Panjang (berupa susunan kayu
jati menyerupai bangku panjang dengan 6 tiang penyangga yang langsung terhubung
ke tanah). Bale pan- jang memiliki makna spiritual, sehingga ha-rus diletakkan
pada orientasi memanjang Timur- Barat. Bahkan ketika memindahkan harus diser-
tai dengan ritual khusus.
Susunan masa Omah Gede terdiri dari Bale
Panjang, Ruang Utama Kuncen, Sumur, Serambi, tempat penyimpanan beras
(Lumbung). Seluruh bangunan di Omah Gedhe menggunakan bahan penutup atap dari
welit. Konstruksi pada Lum- bung menggunakan sistem pasak dan memiliki
kemiringan tertentu.
Bangunan di Kabuyutan Trusmi dibangun dengan
keterampilan teknis yang tidak biasa dan memberikan pemahaman baru tentang masa
lalu. Seluruh bangunan didirikan oleh komunitas setempat secara gotong royong
dengan meman- faatkan teknologi tradisional dan material alami, seperti atap
welit, pengggunaan sistem pasak, dan dominasi penggunaan kayu.
Sekitar satu bulan sebelum upacara Mamayu,
masyarakat secara swadaya mulai merakit welit. Susunan welit terdiri dari bilah
kecil bambu sepanjang 6 m (rambatan); bilah kecil bambu sepanjang 1,8 m
(jalon); alang-alang (daun kelapa), yang kesemuanya dirakit menggunakan alat
bantu lulup berasal dari kulit pohon waru. Dengan keterbatasan bahan baku
alang-alang dalam pembuatan welit, saat ini alang-alang di- datangkan dari
Indramayu namun perakitan-nya tetap dilakukan di Trusmi.
Kearifan lokal masyarakat kabuyutan Trusmi
tercermin dari tata cara kehidupan sehari-hari dan beberapa tradisi. Tradisi
yang identik de- ngan Kabuyutan Trusmi adalah Memayu dan Penggantian Sirap.
Pada awalnya Memayu dilak- sanakan setiap 2 tahun sekali, namun sekarang
menjadi setiap tahun. Sedangkan penggantian sirap pada awalnya dilakukan
seti-ap 8 tahun, namun sekarang dilakukan setiap 4 tahun sekali. Hal ini
dimaksudkan untuk tetap menjaga keberlangsungan tradisi dan untuk menurukan ke-
trampilan teknis terkait dengan pembuatan sirap dan perakitan welit.
Memayu adalah penggantian atap welit pada
bangunan di Kabuyutan Trusmi yang dilaksa- nakan setiap tanggal 20 Dzuljijjah
dalam pena- nggalan Islam oleh warga Trusmi dan sekitarnya secara swadaya
sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur yang disertai upacara dan
prosesi pawai.
Pada pelaksanaan Memayu, rangkaian welit
dipasang pada dua sisi atap, sedangkan dua sisi lainnya diganti untuk tahun
berikutnya. Rangka yang perlu diperbaiki diturunkan terlebih dahulu untuk
kemudian diperbaiki untuk kemudian welit diikat dengan Lutus (batang bambu yang
muda). Sedangkan ragka yang tidak memerlukan per- baikan, welit langsung
dipasang. Semua proses Memayu dilakukan secara swadaya dan swa- dana masyarakat
atas dasar mengharapkan berkah. Mereka hanya mendapatkan konsumsi yang bahan
bakunya merupakan sumbangan dari warga.
Pekerjaan teknis Memayu dilakukan oleh kaum laki-laki, sedangkan untuk konsumsi
ditangani oleh kaum wanita.
Sirap yang digunakan sebagai penutup atap di
Kabuyutan Trusmi berasal dari kayu jati. Upa- cara penggantian sirap
dilaksanakan setiap 4 tahun sekali di makam kramat Ki Buyut Trusmi untuk
mengganti atap makam yang menggu- nakan Sirap. Pembuatan sirap dilakukan dengan
sistem swadaya dan swadana masyarakat. Persiapan pembuatan sirap bisa memakan
waktu 4 tahun, dimulai dengan memilih kayu sampai dengan pengolahan kayu
menjadi sirap. Hal ini dikarenakan pembuatan Sirap dilakukan secara bertahap
sesuai dengan ketersediaan dana.
Pada saat perakitan sirap, satu tim terdiri
dari kurang lebih 20-50 orang secara swadaya/ relawan tanpa dibayar, hanya
disediakan kon- sumsi, mengharapkan berkah) akan dipimpin oleh satu Kyai.
Sebelum pembukaan sirap di lakukan, malamnya dilakukan acara tahlilan, disertai
dengan Shalawat Brai (sejenis kesenian yang berasal Bayalangu) yang diiring
alat musik gembyung (semacam rebana), kendang, dan kecrek. Pada acara
penggantian sirap, sum- bangan mengalir dari warga setempat, baik berupa
tenaga, bahan makanan mentah, jaja- nan dan minuman, maupun berupa uang yang
akhirnya akan menjadi sebuah pesta dari rakyat untuk rakyat.
Kesimpulan
Berdasarkan investigasi signifikansi dan penilaian
signifikansi, maka dapat disimpulkan bahwa Kabuyutan Trusmi memiliki
signifikansi budaya dalam level lokal masyarakat Cirebon dan sekitarnya yang
ditunjukkan oleh nilai berikut:
a. Nilai
Association
Kabuyutan Trusmi memiliki kontribusi penting dalam
sejarah pembentukan dan perkembangan kota Cirebon.
b. Nilai
Sosial
Kabuyutan Trusmi merupakan salah satu gam-
baran simbol lokalitas masyarakat yang masih bertahan sampai saat ini.
c. Nilai
Estetika
Kompleks Kabuyutan Trusmi secara Arsitektural
merupakan tempat yang khas dengan penga- turan dan landmark visual yang
menonjol.
d. Nilai
Imiah
Seluruh bangunan didirikan oleh komunitas se-
tempat secara gotong royong dengan meman- faatkan teknologi tradisional dan
material alami.
e. Nilai
Spiritual
Kearifan lokal masyarakat kabuyutan Trusmi
tercermin dari tata cara kehidupan sehari-hari dan beberapa tradisi. Tradisi
yang identik de- ngan Kabuyutan Trusmi adalah Memayu dan Penggantian Sirap.
Statement of Signifikansi yang telah dirumuskan tersebut dapat menjadi dasar
pijakan dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan dan kemungkinan
pengembangan (Manajemen Signifikansi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar